Dhammadesana oleh: Romo Girinanda
Tanggal: 7 April 2013
Tempat: Vihara Dharmakirti
Belajar dari hujan. Ada seorang nenek punya 2 orang putra, jual payung dan jual es.
Pada musim hujan si nenek senang karena anaknya yang jual payung laris
tapi dia sedih karena anak yang jualan es tidak laku. Dan sebaliknya.
Akhirnya dia jadi menderita.
Penderitaan ini diciptakan oleh pikiran.
Proses belajar bisa dari mana saja, hujan, peristiwa di pasar, persembahan. Di mana saja bisa belajar dhamma.
Pada buku "20 kesulitan dalam kehidupan" karya Master Cheng Yen: sulit
bagi orang miskin untuk berdana. Kadang bagi orang suka merasa tidak
cukup untuk berdana. Padahal berdana tidak hanya uang. Bisa dengan cara
donor darah. Ada contoh orang lumpuh yang akhirnya sembuh karena
dikunjungi relawan, ia lalu berbuat kebajikan melalui spirit.
Karaniya metta sutta bait 1.
Apakah masih ada manusia yang seperti bait 1? Masih adakah orang jujur?
Kejujuran adalah suatu praktek dhamma. Di theravada ada 10 paramita.
Siapapun yang ingin jadi Buddha harus sempurnakan 10 itu. Salah satunya
adalah sacca (kejujuran).
Orang yang jujur hidupnya pasti tenang. Kalau orang yang banyak bohong
pasti tidak tenang karena dihantui oleh kesalahan yang dilakukan.
1 saja ini dilakukan, ini pasti akan membuat hidup bahagia walaupun
tidak memakai jubah (menjadi bhikkhu). Satu ini dilatih secara
konsisten. Dan jika dilakukan maka dunia ini akan aman. Jika semua orang
di dunia ini jujur, menurut sang Buddha, maka usia manusia akan
bertambah.
Pada suatu sutta, dijelaskan usia manusia pernah 80ribu tahun, lalu
berkurang menjadi 40ribu tahun karena banyak pembunuhan. Lalu menjadi
20ribu karena banyak kebohongan. Usia manusia kemudian menjadi turun dan
terus turun.
Karena suka berbohong, ada ketakutan. Maka ada tekanan batin sehingga
mudah sakit, pikiran sakit, dan banyak sekali penderitaan yang kita
alami. Maka benar seperti kata sang Buddha, jika jujur maka usia akan
bertambah. Dengan praktek jujur kita akan merasa bahagia.
Suami istri atau orang berpacaran, jika mau awet harus jujur. Jika tidak
jujur, ada yang disembunyikan maka tinggal tunggu bom waktu maka akan
hancur.
Pandangan ekonomi Buddhis, ketika kita berjualan mencari untung
sebesar-besarnya maka itu menimbulkan keserakahan. Dan keserakahan akan
menimbulkan ketidaktenangan.
Pada suatu saat sang Buddha pernah terlahir sebagai pedagang. Saat itu
ada pesaingnya yang juga seorang pedagang. Buddha berjualan kendi. Pada
suatu ketika, karena Buddha melatih kejujuran, ada seorang nenek punya
guci emas mau dijual. Nenek itu jual pada pedagang ke-2. Pedagang itu
tahu bahwa harga guci nenek itu mahal, maka ia katakan guci itu tak
berharga. Maka nenek itu tak jadi jual padanya. Nenek pindah ke toko
lain. Pedagang ke-2 karena serakah ingin memiliki guci. Nenek jual ke
Buddha. Buddha jujur, Ia bilang ditukar dengan tokonya pun takkan
terbayar. Nenek bilang tak apa-apa yang penting ada beras untuk makan.
Akhirnya guci diberikan pada Buddha. Pedagang ke-2 tidak senang, ia jadi
dendam. Karena dendam menumpuk ia mati dengan muntah darah dan tercipta
pikiran kebencian sampai kelahiran berikutnya menjadi musuh Buddha,
yang selalu ingin merusak kehidupan Beliau.
Dari kisah tersebut disimpulkan bahwa kejujuran membawa manfaat, membawa berkah.
Coba dengarkan suara hati. Jika mendengar itu, maka pikiran dan
perbuatan akan baik, berjalan di jalur kejujuran. Karena pikiran mudah
menciptakan keserakahan, dengan mendengarkan suara hati maka tidak
serakah lagi. Ini adalah metode untuk melatih kejujuran.
Manfaat kejujuran:
Tenang, tidak ada rasa bersalah, percaya diri dan hidup lebih hepi.
Suara hati adalah apa adanya, dan itulah kebenaran, dan itulah kejujuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar