Rabu, 30 Desember 2009

Tanya-Jawab Minggu 27 Desember 2009

Narasumber: UP. Chandra Kirana Sri Maryati & UP. Dirghayu Darwis Hidayat.

1. Pada saat persamuan, setelah membaca paritta, keluarga yang mengadakan persamuan akan menuangkan air ke gelas dan bhante yang diundang akan membacakan doa. Apa maksud dari menuangkan air tersebut?
Jawab:
Sebetulnya acara tersebut tidak hanya dilakukan pada saat persamuan saja, tapi bisa juga diadakan saat mengundang anggota Sangha untuk makan di rumah kita, atau untuk acara pemberkatan rumah, dan lain-lain. Sebaiknya gelas untuk menuangkan air lebih besar dari gelas untuk menampung air, lalu gelas untuk menampung air diletakkan di dalam mangkok. Maksudnya adalah untuk pelimpahan jasa bagi keluarga yang masih hidup dan untuk keluarga yang sudah meninggal, juga pelimpahan jasa bagi semua makhluk yang membutuhkan.

2. Untuk keluarga yang sudah meninggal, biasanya kita membacakan paritta sampai hari ke-7 dan di hari ke-49. Apa maksud dari pembacaan paritta tersebut? Apa yang harus kita lakukan jika ada keluarga yang meninggal?
Jawab:
Pembacaan paritta itu untuk mengingatkan almarhum bahwa mereka sudah di alam lain, kita sebaiknya membacakan sutra-sutra atau paritta, seperti Aniccavata Sankhara. Hal ini mengingatkan mereka bahwa segala sesuatu yang terbentuk di dunia ini adalah tidak kekal. Pembacaan paritta itu juga untuk membantu mereka agar terlahir di alam yang lebih baik. Kremasi lebih baik daripada penguburan, karena penguburan prosesnya lebih lama: pembiruan, pembengkakan, pecah(pertama di perut karena banyak mengandung zat cair), lalu keluar nanah dan darah sehingga menimbulkan belatung yang memakan daging, hingga akhirnya tinggal kerangka. Kremasi akan mempercepat proses tumimbal lahir. Lalu kita juga sebaiknya mengadakan pelimpahan jasa kepada orang yang meninggal tersebut. Pelimpahan jasa harus dengan cara yang benar, harus dengan jerih payah dan usaha yang benar agar bisa membantu almarhum terlahir di alam berbahagia. Pelimpahan jasa dapat dilakukan dengan cara mencetak buku-buku yang bermanfaat dan memberi pencerahan (misalnya buku dharma), berdana untuk vihara atau sekolah, dan lain-lain.

3. Air yang sudah dipersembahkan di altar apakah boleh diminum?
Jawab:
Boleh. Air yang dibacakan paritta dan sugesti yang baik akan membawa hasil yang baik bagi orang yang meminumnya. Ada penelitian yang mengungkapkan bahwa molekul air berubah menjadi baik dan warna molekulnya bagus karena air tersebut dibacakan kata-kata yang baik. Sedangkan air yang selalu diberikan kata-kata kasar maka molekulnya menjadi tidak bagus. Oleh sebab itu, kita perlu menjaga kata-kata kita, kita perlu memberi sugesti yang baik pada diri kita sendiri. Jika pagi-pagi bangun tidur, katakanlah hal-hal yang baik. Jika selalu mengeluh, maka hidup pun akan mengikuti kata-kata keluhan itu, selalu menderita. Perlu sekali bagi kita untuk mengucapkan kata-kata yang baik.

4. Apa beda tumimbal lahir dan reinkarnasi? Mengapa orang Tibet selalu mencari reinkarnasi dari guru mereka yang baru meninggal? Apakah hal demikian termasuk kemelekatan?
Jawab:
Tumimbal lahir = punarbhava, adalah ajaran agama Buddha, sedangkan reinkarnasi berasal dari ajaran Hindu.
Di India dan Tibet, guru yang meninggal akan dicari reinkarnasi di mana. Hal ini disebabkan oleh tradisi di negara tersebut, bukan karena kemelekatan. Karena tradisi negara tersebut, mereka menganggap bahwa guru adalah orang yang bisa mencerahkan dan bisa membimbing, semua omongan guru selalu dipegang. Jadi, mereka akan mencari guru mereka lahir lagi di mana, berdasarkan pemikiran dan pertanyaan yang logis (misal, benda apa yang dimiliki) mereka akan menemukan guru mereka.

5. Ini adalah tentang chiu tau. Apa benar dengan mantra akan ada dewa yang melindungi dan dengan chiu tau ada tiket masuk surga?
Jawab:
Membaca paritta ribuan kali pun tetapi tindakan tidak benar, maka percuma saja. Para perampok, pencuri dan orang jahat dichiu tau, alangkah enaknya bisa langsung masuk surga. Tentang adanya tiket masuk surga itu adalah pandangan yang salah. Kita terlahir di alam surga bukan karena pandita, mantra atau chiu tau, tetapi tergantung dari perbuatan baik yang sudah kita lakukan. Dalam hal ini kita perlu memahami tentang karma dan mengingat paritta Brahmaviharaparana: kammayoni, kambandhu, ..., yam kammam karisanti kalyanam va papakam va tassa dayada bhavisanti, apa pun karma yang diperbuatnya baik atau buruk itulah yang akan diwarisinya.
Chiu tau berasal dari kata chiu (artinya memohon) dan tau (artinya ajaran). Tidak ada seorang pun dan apa pun yang dapat menjamin seseorang masuk surga. Di ajaran Buddha yang sebenarnya, tidak ada jaminan untuk masuk surga, yang ada adalah Tisarana, berlindung pada Buddha dan menjalankan Dharma ajaran kebenaran. Yang menjamin seseorang masuk surga bukan agamanya, bukan labelnya, melainkan perbuatan orang itu sendiri. Tidak peduli agama apa pun, jika ia berbuat baik maka ia akan masuk surga.


Sabbe satta bhavantu sukhitatta.
Sadhu.. Sadhu.. Sadhu..

Jumat, 25 Desember 2009

Kesempurnaan Usaha

Semua hal yang kita inginkan tidak akan dicapai tanpa usaha yang cukup.
Namun tentu saja tidak ada yang tidak dapat dicapai oleh seseorang yang PENUH USAHA dan TIDAK MENGENAL LELAH.

Sumber Tidak Diketahui.

Penderitaan

Apa yang sebenarnya kita lihat ketika menggunakan kekuatan kebijaksanaan adalah ke manapun kita pergi di dunia, tak peduli apa yang kita lakukan, ujung-ujungnya semua yang kita peroleh adalah penderitaan.

Sumber Tidak Diketahui.

Semua yang Berbentuk Tidak Kekal

Dunia khayalan ini tampak indah.
Orang dungu terselimuti kegelapan.
Terikat oleh dasar kehidupan.
Menganggapnya sebagai kekal adanya.
Bagi orang yang melihat dengan benar,
Semua itu tak ada artinya.

Udana VII.10

Minggu, 20 Desember 2009

Harta Kekayaan Utama

Ceramah Dhamma Minggu, 20 Desember 2009.
Oleh: Bapak Darwis Hidayat, MM.

7 harta/kekayaan yang harus dimiliki:

1. Sadha = keyakinan.
2. Sila = menjaga moral.
3. Hiri = rasa malu berbuat jahat.
4. Otapa = takut akan akibat berbuat jahat.
5. Sutta = ajaran tentang kebenaran.
6. Cagga = kedermawanan.
7. Panna = kebijaksanaan.

Jumat, 18 Desember 2009

Maanfaatkan Waktu dengan Baik

Nilai kehidupan bukan terletak pada panjangnya hari.
Tapi terletak pada cara kita memanfaatkan hidup.
Orang mungkin hidup panjang tapi tidak melakukan kebaikan apapun kepada sesama.
Hidup semacam ini sungguh tidak bernilai.

From: Hidup Senang Mati Tenang~Ajahn Brahm

Berbahagialah

Nikmatilah kehidupan...
Kebahagiaan ada di dalam hati.
Kebahagiaan berada dalam kesadaran.

DVD Titi Tata

Yamaka Vagga (Syair Kembar): 18

Di sini ia senang, di alam berikutnya ia senang.
Pelaku kebajikan senang di kedua alam itu.
Ia senang ketika berpikir, aku telah berbuat bajik,
dan akan lebih senang lagi terlahir di surga.

Dhammapada, Yamaka Vagga: 18.

Minggu, 13 Desember 2009

Tekun dan Sabar

Kita harus tekun dan sabar agar terhindar dari kepahitan hidup.

DVD Titi Tata

Appamada Vagga (Kesadaran) : 23

Orang yang bijaksana tekun bermeditasi,
selalu berusaha keras, akan mencapai Nibbana,
kebebasan mutlak, kebahagiaan yang tiada tara.

Dhammapada, Appamada Vagga: 23.

Jadilah Baik

'Jangan jahat, jadilah orang baik.'
Kata-kata ini memang anak kecil saja tahu.
Tetapi kakek nenek pun masih sulit melakukannya.

Cerita dari buku Iluminata.

Kodha Vagga (Kemarahan) : 228

Di masa lalu, di masa yang akan datang ataupun sekarang ini,
tidak dapat ditemukan seseorang yang selalu dicela atau selalu dipuji sepenuhnya.

Dhammapada, Kodha Vagga: 228.

Sabtu, 05 Desember 2009

Kasih Bunda Tiada Tara

Dengan kasih sayang ia melindungi kita,
membesarkan kita dengan susunya.
Seorang ibu adalah jalan menuju surga.

Jataka V, 329

Hidup Mati Sama Saja

Hidup dan mati adalah hal yang sama.
Ketika kita memahami ini,
Kita tidak lagi takut kepada kematian,
atau kesulitan dalam hidup.

Sumber Tidak Diketahui

Kesadaran Bagaikan Impian

Jasmani bagaikan sebongkah gelembung,
Perasaan bagaikan gelembung air,
Pencerapan bagaikan khayalan,
Kehendak bagaikan pohon pisang,
Dan kesadaran bagaikan impian.

Samyutta Nikaya

Jara Vagga (Usia Tua): 148

Kala tubuh ini menua, akan menjadi sarang penyakit dan lemah.
Tubuh ini akan membusuk, dan akan hancur berkeping-keping.
Kenyataannya, kehidupan ini berakhir pada kematian.

Dhammapada, Jara Vagga: 148