Rabu, 22 Desember 2010

Shi Shang Zhi You Ma Ma Hao

Shi shang zhi you ma ma hao
(Hanya Ibu yang terbaik di dunia)

You ma di hai zhi xiang ge bao
(Bersyukurlah anak yang memiliki ibu)

Tou jin ma ma di huai bao, xing fu xiang bu liao
(Alangkah bahagianya hidup dalam kasih sayang ibu)


Mei you ma ma zui ku nao
(Apabila tidak memiliki ibu betapa sedihnya)

Mei ma di hai zhi xiang gen cao
(Hidup sendiri bagaikan rumput liar)

Li kai ma ma di huai bao, xing fu na li zhao
(Ke manakah akan mencari kasih sayang ibu)


Shi shang zhi you ma ma hao
(Hanya Ibu yang terbaik di dunia)

You ma di hai zhi dao bu zhi dao
(Anak yang memiliki ibu kadang tidak mengerti)

Yao shi ta zhi dao, meng li ye hui xiao
(Bila saja ia mengerti, dalam mimpi pun akan tersenyum)

Rabu, 08 Desember 2010

Biarkan Mengalir

Perhatikan orang yang tidak dapat berenang, kecebur di sungai.
Ia melawan, tenggelam, mati dan akhirnya mengapung.
Berhenti melawan dan hidup pun membiarkan Anda mengapung damai di permukaan.
~ Gede Prama

Selasa, 07 Desember 2010

Mengatasi Rasa Benci

Apakah yang akan dilakukan Buddha jika seseorang membencinya?

Kebencian tidak akan pernah berakhir apabila dibalas dengan kebencian.
Tetapi kebencian akan berakhir bila dibalas dengan cinta kasih.
Inilah hukum abadi.
~ Dhammapada 5

Dengan sedikit kata-kata, Buddha mengajarkan hukum rohani terbesar. Penyair Romawi Virgil menulis "cinta kasih mengalahkan segalanya." Saya percaya bahwa dalam beberapa hal, cinta tidak dapat menyelesaikan masalah, namun cinta mampu menaklukkan kebencian. Mengapa? Karena kebencian tidak mampu melawan. Kekerasan, balas dendam, bahkan kadang-kadang pemberontakan ditambahkan dalam energi luar biasa untuk mewujudkan kebencian. Di lain pihak, cinta menyedot energi dari kebencian dan mengalihkannya seperti pasukan perang-hanya ini bukannya seni berperang, tetapi seni cinta kasih. Seperti lirik sebuah lagu, "Hanya cinta yang dapat menaklukkan kebencian."

Cinta mengatasi kebencian dengan cara yang tidak dipahami oleh kebencian, dengan sesuatu di luar dirinya-dengan penuh kasih. Kebencian tidak dapat mengatasi rasa benci. Kebencian menunjukkan kekuatannya dengan cara membela dirinya sendiri. Cinta hidup melampaui dirinya sendiri, menunjukkan kekuatannya dengan perbuatan. Dengan demikian, cinta dapat memahami rasa benci, menyatukannya menjadi sesuatu yang lebih luas dan perlahan-lahan kebencian tersebut dapat dikalahkannya, seperti sebutir garam larut ke dalam manisnya kolam.

Sumber: What Would Buddha Do?
By: Franz Metcalf.
Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer

Senin, 06 Desember 2010

Sahabat Sejati

Di sebelah selatan pantai sebuah danau yang besar hidup seekor burung elang jantan. Di sebelah barat hidup seekor burung elang betina. Seekor singa bermukim di utara dan di timur menetap seekor burung unta. Lalu di tengah-tengah danau berdiamlah seekor penyu. Mereka semua bersahabat dan hidup bertetangga dengan rukun.

Kemudian elang jantan dan betina memutuskan untuk hidup bersama. Kedua ekor burung elang itu membangun sarangnya di sebuah pohon kadamba di pulau kecil di tengah danau. Tak lama kemudian, menetaslah kedua ekor anak elang.

Pada suatu hari sekelompok orang desa pergi memancing di tepi danau tersbut. Namun, setelah beberapa jam mereka tak memperoleh apa-apa. Kemudian mereka mendayung perahu ke pulau itu, lalu beristirahat di bawah pohon kadamba. Di sana terdapat banyak nyamuk sehingga mereka tidak dapat tidur dengan nyenyak. Lalu mereka menyalakan api unggun untuk mengusir nyamuk-nyamuk tersebut.

Asap dari api ini mengganggu kedua anak burung elang yang sedang di dalam sarang mereka. Mereka mulai menangis, "Ciap.. ciap... ciap..." Orang-orang desa mendengar suara tangisan mereka dan berkata, "Ada anak-anak burung di atas pohon. Mari kita tangkap dan panggang mereka untuk makanan kita."

Induk burung mendengar suara orang-orang desa itu dan hatinya menjadi ketakutan. "Kita harus minta tolong dengan tetangga. Hanya mereka yang bisa membawa kita keluar dari masalah ini," dia menangis dan menyuruh suaminya untuk meminta pertolongan kepada burung unta.

Ketika burung unta mendengar kesulitan yang tengah dihadapi mereka, ia berkata, "Serahkan permasalahan ini padaku. Aku akan menangani semua yang aku bisa lakukan untukmu. Dia menuju danau dan merendam sayapnya dengan air, mengisi paruhnya dengan air, lalu ia berjungkir balik di sekitar api. Dengan segera api pun padam.

Tetapi orang-orang itu segera menyalakan api kembali. Burung unta sekali lagi membawa air lalu menyiramnya. Orang-orang itu kembali menyalakan api. Untuk sementara api tetap menyala dan burung unta sudah kelelahan. Sayapnya terbakar di sana-sini dan dia tidak dapat terbang lebih lama lagi.

Burung elang yang melihat hal ini terbang menjumpai penyu untuk meminta pertolongan. Penyu pergi dengan mengumpulkan lumpur dari danau. Dia membuang lumpur itu ke api dan api pun padam.

Orang-orang desa yang melihat penyu itu berkata di antara mereka, "Mari kita tangkap penyu itu untuk dipanggang dan menjadi santapan kita daripada menangkap anak-anak burung yang masih kecil itu." Mereka mencoba mengikat penyu itu dengan tanaman menjalar dan menggulingkan penyu itu ke dalam api. Namun, penyu itu cukup kuat, ia menarik orang-orang itu ke arah danau.

Akhirnya, orang-orang itu menghentikan usahanya dan kembali ke pohon. Sekali lagi mereka menyalakan api. Induk elang membunyikan tanda bahaya dan berteriak, "Harapan kita sekarang hanya tinggal singa. Cepat katakan padanya bahwa di sini sedang ada bahaya."

Elang jantan terbang menuju singa dan berkata, "Oh, Raja Hutan, tolong selamatkan nyawa anak-anak kami dari manusia-manusia jahat itu." Singa mendengar penuturan ini dan berlari ke danau. Dia berdiri di sana dan mengaum keras-keras.

Orang-orang desa sangat ketakutan. "Semua burung-burung dan binatang-binatang yang berada di sini rupanya tidak senang akan kehadiran kita. Mereka mengadakan perlawanan dan sekarang singa datang untuk membunuh kita," seru mereka. Lalu, mereka naik perahu dan mencapai pantai dengan arah yang berlawanan dengan si raja hutan itu dan berlari sejauh-jauhnya.

Kedua burung elang dewasa sangat gembira melihat orang-orang desa kabur. Si jantan mengepakngepakkan sayapnya sambil mengucapkan terima kasih kepada sahabatnya, si raja hutan. Burung elang betina mendekap anak-anaknya ke dalam sayapnya. Dengan bahagia ia berkata, "Anak-anakku, apakah kalian melihat tetangga kita datang menolong kita? Mereka adalah teman-teman sejati. Kita tidak perlu takut dengan segala macam musuh selagi kita dekat dengan teman-teman sejati."



Sumber:
Cerita Rakyat Buddhis, Penerbit Dian Dharma.

Jumat, 26 November 2010

Membangunkan Belas Kasih dari Dalam Diri



Dharma Talk

Awakening The Compassion Within
by: Gede Prama

Cara membangkitkan belas kasih:

1. Bersahabat dengan kekurangan

2. Jangan lari dari orang-orang brengsek.

3. Menyatukan hidup dengan meditasi.

Compassion

If you want to be happy, practice compassion.
If you want others to be happy, practice compassion.

~ Dalai Lama

Rabu, 27 Oktober 2010

Anak Burung Puyuh yang Tak Dapat Terbang



Dahulu kala, Bodhisattva terlahir sebagai seekor anak burung puyuh. Saat ia masih kecil, induknya berupaya keras membawa makanan ke sarang, dan memberi makan dengan paruh mereka.

Setiap tahun, bila musim kemarau tiba, tanpa diduga terjadi kebakaran hutan di beberapa bagian dunia. Kisah ini dimulai dari api yang mulai meletup menyala di ilalang yang kering, dan begitu nampak asap mengepul, semua burung terbang menjauh. Namun ada sekor induk anak burung puyuh yang tetap bersikukuh tinggal menemani anaknya, meski api mulai membesar.

"Oh anakku, bagaimana nasib kita ini? Sebentar lagi api akan membakar sarang kita dan akhirnya akan melahap kita juga," keluh si induk burung. Si anak burung puyuh hanya bisa menciap-ciap melihat kegelisaham induknya. Bagaimanapun, demi penyelamatan nyawa mereka sendiri seharusnya mereka sudah terbang ketika api mulai mendekati sarang mereka.

Semua pohon besar dan kecil, terbakar meletup-letup dengan hebatnya, apalagi dibarengi dengan angin kencang. Anak burung ini melihat semua isi hutan telah hangus terbakar oleh api yang sangat dahsyat tak terkendalikan. Saat itu ia merasa tidak berdaya menyelamatkan dirinya sendiri.

"Oh ibu, aku tahu engkau sungguh menyayangiku, namun engkau tidak dapat membawaku terbang bersamamu, cepat tinggalkan aku sendirian," pinta si anak burung puyuh.
"Tidak anakku, engkau adalah belahan jiwaku," jawab si induk burung puyuh.
"Cepat tinggalkan aku, ibu. Aku percaya akan cintamu pada anakmu ini, namun engkau harus mengerti bahwa tubuhmu yang kecil tidak kuat membawaku terbang. Cepatlah pergi, huk..huk..huk.. api sudah menjalar ke pohon ini," kata si anak burung puyuh itu terbatuk-batuk karena asap tebal dan pengap itu.
Akhirnya dengan terpaksa si induk burung terbang menjauh dengan berat hati. Berkali-kali ia menengok ke belakang, dan air matanya menetes tanpa tertahankan, hatinya pilu melihat anaknya tak berdaya melawan maut yang segera akan merenggut jiwanya.

Seketika si anak burung teringat betapa besar cinta induknya.
"Mereka telah membuatkan sarang untukku dengan penuh cinta, setiap hari mereka memberiku makan tanpa mempedulikan diri mereka yang juga lapar. Ketika api mulai menjalar, mereka tetap tinggal bersamaku hingga saat-saat terakhir. Padahal semua burung yang dapat terbang telah pergi menjauh terlebih dahulu."

"Begitu besar cinta kasih indukku, mereka tetap bersamaku dengan mengambil resiko atas nyawa mereka. Mereka tidak dapat menyelamatkanku, karena mereka tidak dapat membawaku terbang, dan terpaksa meninggalkanku sendiri tanpa daya. Dari lubuk hati yang terdalam, aku berterima kasih atas cintanya yang begitu besar kepadaku tanpa peduli di mana mereka berada. Aku berharap mereka akan selamat, baik dan bahagia," demikian anak burung puyuh merenungi kebajikan induknya.

"Sekarang aku sendiri. Tiada yang dapat aku mintakan pertolongan. Aku mempunyai sayap, tetapi aku belum dapat terbang. Aku mempunyai kaki, tetapi belum dapat berlari. Namun aku masih dapat berpikir. Aku dapat menggunakan pikiranku - suatu pikiranyang tetap murni. Satu-satunya makhluk hidup yang aku tahu dalam hidupku yang singkat adalah indukku, dan pikiranku telah dipenuhi dengan cinta kasih terhadap mereka. Sebagaimana aku belum pernah melakukan suatu kebajikan terhadap yang lain, aku memenuhinya dengan kesucian dan keadaan tidak bersalah dari makhluk yang baru lahir."

Tiba-tiba, suatu keajaiban yang luar biasa terjadi. Kesucian dan keadaan yang tidak bersalah tumbuh dan berkembang hingga anak burung itu menjadi lebih besar dari sebelumnya. Pengetahuan kebenaran menyebar melebihi satu periode kehidupan, dan semuanya tiba-tiba, anak burung puyuh mengetahui banyak tentang kelahiran-kelahiran sebelumnya. Dalam kelahiran sebelumnya, ia mengenal Buddha, yang maha sempurna dalam Kebenaran - seseorang yang memiliki kekuatan dari Kebenaran, kemurnian dari kebajikan, dan tujuan welas asih (karuna).

"Semoga keadaan tanpa bersalah dari makhluk yang sangat muda ini dapat bersatu dengan kemurnian kebajikan masa lampau dan kekuatan Kebenaran. Semoga semua burung dan makhluk hidup lainnya, yang masih terperangkap oleh api ini, bisa selamat. Dan semoga tempat ini selamat dari api selama sejuta tahun!" doa si anak burung puyuh kecil ini dengan penuh welas asih.

Ajaib sekali, semua renungan dan doa si anak burung puyuh seolah terdengar oleh para Dewa. Tak terkecuali Raja Sakka menggerakkan kumpulan awan di langit dan suatu mujizat terjadi. Pikiran yang murni, tumpukan kebajikan masa lampau si anak burung puyuh dan welas asihnya mengalahkan api yang membakar hutan itu. Tiba-tiba, hujan deras turun membasahi hutan tersebut dan memadamkan api yang begitu dahsyat dan telah memporak-porandakan semua isi hutan.

Anak burung puyuh itu beserta hewan-hewan lemah yang tersisa akhirnya selamat, berkat keyakinan kuat si anak burung puyuh kepada Buddha. Demikian seterusnya hutan tersebut tidak pernah terjamah lagi oleh api sampai sejuta tahun kemudian.

Demikianlah kisah itu terjadi.




Pesan moral dalam cerita ini adalah:

"Kebenaran, kebajikan dan welas asih
orang
yang menjalankan ajaran Buddha
dapat menyelamatkan dunia."





Sumber:
Anak Burung Puyuh yang Tak Dapat Terbang
Penerbit Dian Dharma

Senin, 25 Oktober 2010

Kekhawatiran

Khawatir mencari dan khawatir kehilangan hanya membuat orang tidak bahagia.

~ Master Cheng Yen

Senin, 18 Oktober 2010

Niat Buruk

Saya tidak tahu mengapa orang-orang benar-benar dipusingkan oleh niat buruk, karena apa sih yang niat buruk pernah lakukan untuk Anda. Jika seseorang menjengkelkan Anda, mengatakan sesuatu yang tidak Anda sukai, melakukan sesuatu yang tidak Anda setujui, mengapa Anda membolehkan hal itu membuat hari Anda buruk? Anda tidak harus mengizinkan mereka merusak kebahagiaan Anda. Bahkan jika itu adalah niat buruk terhadap orang lain, apa yang sebenarnya dapat diraih dengan memiliki niat buruk terhadap orang lain? Berusaha untuk balas dendam, mereka menyakitiku makanya aku balas menyakiti mereka. Anda membuat rencana di mana-mana, atau Anda membuat gelombang untuk membuat mereka jengkel atau menjatuhkan mereka. Begitu banyak lontaran kata, terutama dalam pertengkaran, semata-mata berusaha membuat hari buruk bagi orang lain. Niat buruk itu benar-benar tidak membantu siapa pun. Jika kita melakukan sesuatu yang salah, jika mereka benar-benar melanggar sila mereka, atau melakukan sesuatu yang tidak pantas, itu masalah mereka, itu masalah karma, karma akan mengurus segalanya, Anda tidak harus memiliki niat buruk terhadap mereka.

~ Ajahn Brahm
Buku: Hidup Senang Mati Tenang.

Kamis, 14 Oktober 2010

Kerendahan Hati

Sebuah kehidupan yang dijalani dengan kebijaksanaan harus memiliki kerendahan hati yang tulus.
Dengan kebijaksanaan, kita dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang jahat dan yang bajik.
Dengan kerendahan hati, kita dapat menciptakan kehidupan yang indah dan memuaskan.

~ Master Cheng Yen

Minggu, 10 Oktober 2010

5 Mantra

Day of Mindfulness
by: Plumvillage Monastic

5 mantra:

1. I know you're there and I feel happy.

2. I'm here for you.

3. I see you suffering

4. I'm suffering and I want you to know

5. This is a happy moment

Jumat, 08 Oktober 2010

Menjadi Bijaksana

Kita tumbuh lebih bijak dengan setiap pengalaman.
Kebijaksanaan ditandai dengan interaksi antara pengalaman dan orang. Jadi, jika kita lari dari kenyataan dan bersembunyi dari orang-orang dan kejadian-kejadian, kita akan sulit mengembangkan kebijaksanaan.

~ Master Cheng Yen

Lepaslah!

Anda akan menyadari bahwa semakin Anda mengendalikan, semakin Anda bernafsu karena kemelekatan-kemelekatan, semakin berkuranglah kedamaian yang Anda peroleh. Tetapi semakin Anda melepas, semakin Anda menanggalkan, semakin Anda menyingkir, semakin bahagia yang Anda rasakan.

Ketika Anda melepas dalam meditasi, melepas kehendak, melepas kendali, ketika Anda berhenti bicara dalam hati, Anda memperoleh keheningan sejati.
Berapa banyak dari Anda yang merasa jenuh dengan keributan yang berkecamuk di dalam kepala Anda sepanjang waktu? Berapa banyak dari Anda yang kadang sulit tidur pada malam hari tatkala tidak ada suara berisik dari tetangga, tetapi ada suara yang bahkan lebih bingar lagi di antara kedua telinga Anda. Yak. Yak. Yak. Cemas. Cemas. Cemas. Berpikir. Berpikir. Berpikir! Inilah masalah umat manusia, ketika tiba waktu untuk berpikir, mereka tak mampu berpikir dengan jernih, dan ketika tiba waktunya untuk berhenti berpikir, mereka tak mampu berada dalam damai.

~ Ajahn Brahm
Dari buku: Hidup Senang Mati Tenang

E G O

Mengapa orang-orang cemas terhadap kata-kata buruk yang dilontarkan? Hanya karena ego. Mereka menganggap sesuatu sebagai diri mereka. Bayangkanlah semua momen yang bebas dari semua hal tersebut. Seperti apa jadinya, tidak ada rasa takut, tidak ada hasrat, tidak perlu beringsut dari momen ini - dengan kata lain tidak ada sesuatu yang hilang, dan tidak ada sesuatu lagi yang perlu dilakukan, tidak perlu ke mana-mana karena Anda sepenuhnya bahagia di sini tak peduli apa pun yang terjadi! Inilah yang kita maksudkan sebagai Pencerahan.

~ Ajahn Brahm
Dari buku: Hidup Senang Mati Tenang

Sabtu, 07 Agustus 2010

CHANGE

People are always changing - how can anyone be yours to have and hold forever?
We can only love in the moment.
We can only "seize" the moment.
But do not be misled...
This moment is also not for you to have and hold forever.
It slips right through clasped hands.
If the passing is going to happen whether you like it or not, why not learn to enjoy it?
Enjoy change, learn to be one with change.
Enjoy love in the moment.

Cited from: The Daily Enlightment 1 - Reflection for Practising Buddhist

Senin, 05 Juli 2010

Kebahagiaan dan Penderitaan adalah Hal yang Kontras

Jika kita sekarang menderita, ini karena kebahagiaan yang kita miliki sebelumnya dan sekarang hilang. Kebahagiaan tak lain adalah akhir dari penderitaan, seperti halnya penderitaan tak lain adalah akhir dari kebahagiaan. Kita terus berputar di dalam lingkaran ini sepanjang hidup kita.

~Ajahn Brahm

Selasa, 22 Juni 2010

Jadilah Bijak

Hidup selalu berubah. Dengan objek-objek materi, ada pembentukan, keberadaan, pelapukan, dan perusakan. Dengan pikiran, ada pemunculan, menjadi, pembedaan, dan pelenyapan. Dengan makhluk hidup, ada kelahiran, penuaan, sakit dan kematian. Jika kita dapat sepenuhnya memahami prinsip-prinsip ini, kita tidak akan perlu bertikai dengan pihak lain. Apabila kita berhenti berdebat siapa benar dan siapa salah, dengan sendirinya kita dapat berkonsentrasi pada Jalan. Maka, pikiran kita tidak dapat dikelabui oleh orang-orang atau peristiwa-peristiwa dalam kehidupan ini.

Master Cheng Yen

Rabu, 16 Juni 2010

Hiduplah Saat Ini

Untuk maju, seseorang harus tidak menengok ke belakang.

Seseorang tidak akan pergi ke mana-mana jika kaki kanannya melangkah maju, namun kaki kirinya menempel di tempat yang sama.

Seseorang juga tidak bisa maju ke masa depan jika hanya separuh dirinya memulai kehidupan baru sementara separuh yang lain terus tinggal dalam satu kehidupan yang sudah lama berlalu.

Seseorang seharusnya tidak hidup pada hari kemarin, tidak juga pada hari esok. Satu-satunya kenyataan adalah hari ini dan momen saat ini. Berikan perhatian penuh Anda kepadanya, dan masa lalu akan lenyap, serta masa depan akan tiba pada saatnya untuk menjadi masa kini.

Master Cheng Yen

Minggu, 06 Juni 2010

Damai dalam Hati

Saat memahami bagaimana menemukan kedamaian di taman, kita akan tahu bagaimana menemukannya kapan saja, di mana saja. Khususnya, kita akan tahu bagaimana menemukan kedamaian di dalam taman hati kita, sekalipun pada saat kita berpikir bahwa ada begitu banyak ketidakberesan, begitu banyak yang harus diselesaikan.

Ajahn Brahm

Jumat, 28 Mei 2010

Hari Waisak

Hari suci Waisak adalah hari suci umat Buddha yang utama dan telah ditetapkan sebagai hari libur nasional sejak tahun 1983 sesuai dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 3 tahun 1983 tanggal 19 Januari 1983.

Hari suci Waisak adalah hari untuk memperingati tiga peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan Guru Agung kita Sang Buddha Gotama. Tiga peristiwa tersebut jatuh pada purnamasidhi di bulan Waisak (biasanya jatuh pada bulan Mei pada kalender Masehi).

Tiga peristiwa tersebut adalah:
  1. Peristiwa lahirnya Bodhisattva Siddhartha di Taman Lumbini pada tahun 623 SM.
  2. Peristiwa Bodhisattva Siddhartha mencapai Penerangan Sempurna (menjadi Sammasambuddha) di bawah pohon Bodhi di hutan Gaya pada tahun 588 SM.
  3. Peristiwa wafatnya Sang Buddha Gotama (mencapai parinibbana) di Kusinara pada tahun 543 SM.

Karena memperingati tiga peristiwa penting itu, maka sering kita sebut dengan sebutan Hari Tri Suci Waisak. Kita juga sering memberikan sebutan lain yaitu sebagai Hari Buddha, yang sebagai Ratana pertama dalam Tiratana.

Hari Trisuci Waisak atau kalender Buddhis (Buddhist Era) dimulai dari satu tahun setelahSang Buddha Gotama Maha-parinibbana.



Ditulis oleh: Bhikkhu Sumananyano.
Sumber: Diktat Kuliah Agama Buddha, Universitas Sriwijaya, Penerbit Vihara Dharmakirti.

Selasa, 25 Mei 2010

Hidup Penuh Makna

Kehidupan yang penuh makna memerlukan pandangan cerah mendalam. Kita semua perlu menganugerahi diri kita waktu dan kedamaian untuk memanjat piramida yang ada di dalam diri kita masing-masing, untuk menyembul dari kekusutan hutan kehidupan kita, meskipun hanya untuk waktu yang singkat. Maka kita akan melihat sendiri tempat kita di antara segala sesuatu, pengamatan menyeluruh atas perjalanan hidup kita, dan menatap gamblang kemahaluasan yang menyelimuti segalanya. Sebutlah hal itu meditasi jika Anda mau, atau mengetahui dengan hening atau melihat dengan tenang. Ini seperti suku Indian Maya yang mendaki piramida dan melampaui hutan rumahnya, untuk menemukan makna.

Lebih lanjut, hidup penuh makna adalah suatu pelatihan untuk melepas. Anda melepas sebagian kekayaan Anda untuk beramal. Anda melepas perilaku buruk untuk menjaga sila. Anda melepas kepentingan diri untuk mempraktikkan welas asih. Dan Anda melepas nafsu untuk mempraktikkan meditasi. Dhamma adalah sebuah kursus terpadu untuk melepas.

Bila Anda menjalani hidup Anda dengan penuh makna, tidak hanya Anda akan meninggal dengan tenang, tetapi Anda pun akan memberikan begitu banyak sukacita bagi semua orang yang bersua dengan Anda, di dalam kehidupan dan kematian Anda.

Ajahn Brahm
Dari buku: Hidup Senang Mati Tenang

Senin, 17 Mei 2010

Ciri Khas Buddhisme

Pemaafan, kelembutan, ketanpakekerasan, dan belas kasih penuh damai adalah "ciri khas" Buddhisme yang tersohor, dan kualitas-kualitas itu dipersembahkan secara gratis dan luas kepada semua makhluk, termasuk para satwa tentu saja, dan juga, yang paling penting, kepada diri kita sendiri. Tidak ada tempat untuk meratap dalam rasa bersalah atau membenci diri sendiri di dalam Buddhisme, bahkan tidak ada tempat pula untuk merasa bersalah karena merasa bersalah!

Ajahn Brahm
~Hidup Senang Mati Tenang~

Selasa, 11 Mei 2010

Letakkan Bebanmu dan Berbahagialah

Orang-orang zaman sekarang terlalu banyak berpikir. Kalau saja mereka sedikit mengurangi proses berpikir mereka, barangkali hidup mereka akan mengalir jauh lebih lancar.

Ketika kita harus mengerjakan sesuatu yang kita pikir begitu berat dan tidak menyenangkan, kadang kala kita berontak, marah, dan mengeluh. Dan seringkali kita membayangkan hari-hari yang melelahkan. Semakin kita marah, semakin berat pula rasanya pekerjaan kita.

Di saat seperti itu, ingatlah nasehat berikut:
"Memikirkannya, jauh lebih berat daripada mengerjakannya."

"Masalahmu adalah karena kamu terlalu banyak berpikir!"

Memang benar nasehat di atas, bahwa memikirkannya adalah bagian yang terberat.

Ketika kita berhenti mengeluh dan hanya mengerjakan pekerjaan kita, sama sekali tak ada masalah. Begitu kita berhenti meratap dan merengek, semua pekerjaan yang dikerjakan akan terasa jauh lebih ringan.

Bagian terberat dari segala sesuatu dalam hidup, adalah.... memikirkannya.


Dirangkum dari buku: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya, Penulis: Ajahn Brahm.

Kamis, 06 Mei 2010

Tathagata

Ada satu orang yang muncul di dunia ini
demi kesejahteraan banyak makhluk,
demi kebahagiaan banyak makhluk,
atas welas asih terhadap dunia,
demi kebaikan, kesejahteraan, serta kebahagiaan
para dewa dan manusia.
Siapakah orang itu?
Itulah Tathagata, Araha,
Yang Tercerahkan Sempurna.
Inilah orang itu.

Ada satu orang yang muncul di dunia ini,
yang unik, tanpa banding, tanpa tanding,
tiada tara, tiada duanya, tiada padanannya,
yang terbaik di antara manusia.
Siapakah orang itu?
Itulah Tathagata, Araha,
Yang Tercerahkan Sempurna.
Inilah orang itu.

Anguttara Nikaya 1: xiii, 1, 5.

Appamada Vagga (Kesadaran): 21

Kesadaran adalah jalan menuju keabadian;
kelengahan adalah jalan menuju kematian.
Orang yang sadar tidak akan mati;
orang yang lengah tak ubahnya seperti orang mati.

Dhammapada, Appamada Vagga: 21

Tanpa Aku

Di mana air, tanah, api, dan udara
tak punya pijakan;
di sana bintang tak bersinar,
mentari tak tampak,
rembulan tak muncul,
kegelapan tak terdapat.
Dan ketika seorang suci, seorang brahmana,
melalui penyelidikan,
telah mengetahui sendiri hal ini,
maka, dari bentuk dan nirbentuk,
dari suka dan duka, ia telah terbebas.

Udana 1.10

Spread The Dhamma

Pergilah, para bhikkhu, demi kesejahteraan
dan kebahagiaan banyak makhluk,
atas dasar welas asih kepada dunia,
demi kebaikan, kesejahteraan, dan
kebahagiaan para dewa dan manusia.

Vinaya Pitaka i.8

Hormati Gurumu

Walaupun engkau menjadi pengikut Saya,
engkau harus tetap berdana kepada
guru-guru agamamu yang terdahulu.
Engkau tidak boleh mengabaikan mereka
begitu saja dan menarik sokonganmu.

Majjhima Nikaya I.371

Rabu, 05 Mei 2010

Kebahagiaan

Kesenangan indrawi bagai pedang dan pasak;
gugus kehidupan bagai papan eksekusi;
apa yang kau sebut sebagai kebahagiaan indrawi
kini bukanlah kebahagiaan bagiku.

Therigatha 234

Be mindful!

Sesuai yang kita dapat, kita memberi dana;
Kita jalani sila; kita pahami kematian dan kefanaan.
Bagi manusia seperti kita,
Mati itu pasti, Hidup itu tidak pasti.
Segalanya fana dan pasti layu.
Oleh karenanya, kita harus selalu SADAR siang dan malam.

Jataka 354

Jumat, 30 April 2010

Swastika, Menjadi Baik


Kata Swastika berasal dari kata Sansekerta, "Svasti"; terdiri dari kata Su yang berarti baik, kata Asti yang berarti adalah dan akhiran Ka yang merupakan akhiran pembentuk nama benda. Jadi secara harafiah, Swastika berarti "menjadi baik".

Swastika diyakini sebagai salah satu simbol tertua di dunia, telah digunakan lebih dari 3.000 tahun. Swastika banyak ditemukan pada koin, keramik, senjata, perhiasan kuno, ataupun altar keagamaan yang tersebar di Cina, Jepang, India, dan Eropa Selatan.

Swastika Buddhis digambarkan berlawanan dengan arah jarum jam, kebalikan dengan swastika Hindu dan Nazi.

Simbol swastika dapat ditemukan pada dada, telapak tangan, dan telapak kaki Buddha. Swastika juga banyak menghiasi candi-candi di Asia dan di wihara-wihara di Korea. Kita juga dapat melihat swastika pada Pilar Ashoka di India.

Swastika Buddhis melambangkan penyangkalan terhadap keduniawian. Untuk bisa bahagia, kita harus melawan arus keduniawian. Artinya, kita harus bisa mengurangi keinginan yang tidak bermanfaat, hidup lebih sederhana, dan menerapkan ajaran Guru Agung kita, Buddha Gotama, dalam hidup sehari-hari.



Sumber: MAMIT 10 - Sep 2009

Berbuat Baik

Tujuan utama hidup adalah membantu orang lain.
Jika kamu tidak bisa membantu,
setidaknya jangan merugikan orang lain.

Dalai Lama XIV

Rabu, 21 April 2010

Kalyana Mitta

Kata Kalyana Mitta berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti "Sahabat dalam Spiritual."
Apa arti Sahabat Spiritual?
Makna Kalyana Mitta melebihi arti sahabat dalam bersuka ria, tetapi merupakan sahabat pembimbing bahkan bisa juga merupakan peristiwa, benda, Seorang Guru, atau siapapun yang membantu kita menjadi lebih baik, dan lebih bijaksana dalam bersikap.

Seringkali, Sahabat Spiritual sudah ada di sekitar kita tanpa kita sadari. Mungkin karena sosok Sahabat Spiritual tak harus kelihatan gagah dan hebat seperti Gatotkaca atau Superman. Tapi kadang-kadang, sosok Kalyana Mitta ini justru hadir sebagai orang yang kita anggap remeh, seperti pembantu di rumah atau hal-hal yang tidak kita suka, seperti perasaan jengkel terkena lemparan bola teman tanpa disengaja.

Maka dari itu, menyadari sosok Kalyana Mitta bisa jadi adalah orang yang sederhana, bersikap baiklah pada setiap orang. Entah itu Orangtua, Guru, atau Pembantu.

Siapa tahu, mereka sebenarnya adalah Kalyana Mitta yang akan membawa kita menjadi orang tercerahkan seperti Guru Buddha, Guru luar biasa tiada bandingnya.


Sumber: MAMIT Edisi 01 tahun 2010.

Senin, 05 April 2010

Kebaikan Diri Sendiri dan Kebaikan Orang Lain

"Setetes Dhamma Sebongkah Berlian"

Empat jenis orang ini, O para bhikkhu, terdapat di dunia ini. Apakah yang empat itu?
Ada orang yang hidup untuk kebaikannya sendiri tetapi tidak untuk kebaikan yang lain;
orang yang hidup untuk kebaikan orang lain tetapi tidak untuk kebaikannya sendiri;
orang yang hidup tidak untuk kebaikannya sendiri dan tidak juga untuk kebaikan orang lain; dan
orang yang hidup untuk kebaikannya sendiri dan untuk kebaikan orang lain.

Dan para bhikkhu, bagaimana orang hidup untuk kebaikannya sendiri tetapi tidak untuk kebaikan orang lain?
Dia berlatih untuk menghilangkan nafsu, kebencian dan kebodohan batin di dalam dirinya, tetapi tidak mendorong orang lain untuk menghapus nafsu kebencian, dan kebodohan batin. Dia sendiri menjauhkan diri dari membunuh, mencuri, perilaku seksual yang salah, ucapan yang tidak benar dan zat-zat yang bersifat racun, tetapi dia tidak mendorong orang lain untuk pengendalian seperti itu.

Dan para bhikkhu, bagaimana orang hidup untuk kebaikan orang lain tetapi tidak untuk kebaikannya sendiri?
Dia mendorong orang lain untuk menghilangkan nafsu, kebencian, dan kebodohan batin, tetapi dia sendiri tidak berlatih untuk menghapusnya. Dia mendorong orang lain untuk menjauhkan diri dari membunuh, mencuri, perilaku seksual yang salah, ucapan yang tidak benar dan zat-zat yang bersifat racun, tetapi dia sendiri tidak mempraktekkan pengendalian seperti itu.

Dan para bhikkhu, bagaimana orang hidup tidak untuk kebaikannya sendiri dan tidak juga untuk kebaikan orang lain?
Dia tidak berlatih untuk menghilangkan nafsu, kebencian, dan kebodohan batinnya sendiri, dan tidak juga dia mendorong orang lain untuk melakukan itu. Dia sendiri tidak berlatih untuk menjauhkan diri dari membunuh dan sebagainya, dan tidak juga dia mendorong orang lain untuk pengendalian seperti itu.

Dan para bhikkhu, bagaimana orang hidup untuk kebaikannya sendiri dan untuk kebaikan orang lain?
Dia sendiri berlatih untuk menghilangkan nafsu, kebencian, dan kebodohan batin, dan dia juga mendorong orang lain untuk melakukan itu. Dia sendiri berlatih menjauhkan diri dari membunuh dan sebagainya, dan dia juga mendorong orang lain untuk pengendalian seperti itu.

Angutara Nikaya IV, 96, 99.

Selasa, 30 Maret 2010

Happy Couple

Bila dua sejoli saling setia, murah hati, terkendali,
dan hidup dengan benar,
Mereka bersatu sebagai suami dan istri,
Begitu mengasihi satu sama lain.

Berlimpah berkah tercurah kepada mereka.
Mereka tinggal bersama dalam kebahagiaan.
Musuh-musuh mereka akan patah semangat,
Tatkala keduanya sepadan dalam kebajikan.

Setelah hidup sesuai Dhamma di dunia ini.
Sepadan dalam kebajikan dan keyakinan.
Setelah meninggal, mereka kembali bersuka cita di alam dewa.
Menikmati kebahagiaan berlimpah ruah.

Angutara Nikaya 4: 55; II 61-62.

Kamis, 18 Maret 2010

Hiduplah Sekarang dan Saat Ini

Jangan berkutat pada masa silam.
Jangan membawa-bawa peti mati yang penuh dengan kenangan-kenangan mati.
Jika Anda melakukannya, Anda hanya memberatkan diri Anda dengan beban-beban berat yang tidak benar-benar Anda miliki.
Ketika Anda membiarkan masa silam berlalu, Anda akan merasa terbebas saat ini.
Begitu pula untuk masa depan - antisipasi, rasa takut, rencana, dan harapan - biarkanlah berlalu juga.
Suatu kali Buddha bersabda, "Apa pun yang engkau pikir akan terjadi, hal itu selalu menjadi sesuatu yang berbeda." (MN 113, 21).

~Ajahn Brahm.

Kamis, 11 Maret 2010

Kebodohan

Badan berkaki dua ini tidak bersih.
Membawa bau busuk dan menjijikkan,
penuh dengan kotoran yang keluar dari berbagai bagian tubuh.
Dengan badan jasmani seperti itu jika orang menyombongkan dirinya dan merendahkan orang lain,
bukankah karena kebodohan semata-mata?

Sutta-nipata: 205 - 206

Minggu, 21 Februari 2010

Berubah

Masalah sebenarnya pada manusia saat ini adalah mereka mengetahui tetapi tetap tidak melaksanakan.
Masalahnya lain bila mereka tidak melaksanakan karena mereka tidak tahu.
Tetapi bila mereka telah mengetahui dan tetap tidak melaksanakan,
apa masalahnya?


Sumber Tidak Diketahui

Sabtu, 06 Februari 2010

Big Heart

Cultivate a big heart - but a small ego.
Pupuklah hati yang besar - namun ego yang kecil.

Master Cheng Yen

Jumat, 29 Januari 2010

Enjoying Work

If the mountain won't move, build a road arround it.
If the road won't turn, change your path.
If you are unable to even change your path,
just transform your mind.

Master Cheng Yen

Minggu, 17 Januari 2010

Engkau Akan Segera Meninggal


Pada waktu itu, Sang Buddha sedang bersemayam di Vihara Jetavana, Savatthi.
Ketika itu lewatlah seorang pedagang kaya raya bernama Mahadhana. Ia membawa lima ratus kereta yang dipenuhi berbagai macam bahan baju yang indah-indah, yang dicelup dengan wewangian. Ia berangkat dari Benares untuk berdagang, menjual barang dagangannya itu ke Savatthi.

Ketika ia sampai di tepi sungai besar di dekat Savatthi, karena lelah, ia lalu memutuskan: “Besok sajalah saya menyeberangi sungai ini, karena saya amat lelah.” Ia lalu menempatkan kereta-keretanya di tepi sungai dan bermalam di sana. Ternyata pada malam itu turun hujan lebat, kilat menyambar-nyambar dengan dahsyatnya. Selama tujuh hari, hujan turun amat lebatnya, sehingga air sungai meluap, dan selama tujuh hari itu pula penduduk di sekitar tempat tersebut tidak dapat bekerja, hanya berdiam di dalam rumah saja. Akibatnya, Mahadhana si pedagang itu kehilangan kesempatan untuk menjual barang dagangannya.

Ia berpikir: “Saya datang dari tempat yang jauh, kalau saya pulang kembali saya akan rugi besar, kalau begitu biar sajalah saya tetap di sini selama musim hujan, musim gugur dan musim panas, sampai barang dagangan saya habis terjual.”

Sang Guru Agung ketika itu sedang menerima dana dari umatnya dan merjalan melewati kota. Beliau tersenyum karena mengetahui tekad si pedagang.
Bhikkhu Ananda yang mengiringNya bertanya: “Mengapa Yang Mulia tersenyum?”
Sang Buddha lalu berkata: “Ananda, apakah engkau melihat pedagang yang kaya raya itu?”
“Ya, saya melihatnya, Yang Mulia.”
“Ia tidak menyadari bahwa kehidupannya hampir berakhir, padahal ia mengambil keputusan untuk tinggal di sana sepanjang tahun ini, untuk menjual barang dagangannya.”
“Tetapi Yang Mulia, apakah benar hidupnya akan segera berakhir?”
“Ya, Ananda, ia hidup tinggal tujuh hari lagi, kemudian ia akan mati dimakan seekor ikan besar.”

Kemudian Sang Buddha mengucapkan syair:

“Berbuatlah untuk dirimu sendiri, dan apa yang dapat dilakukan pada hari ini.
Siapa yang mengetahui bahwa pada esok hari kematian akan datang?
Kita tidak dapat melawan kematian dan bukanlah pemilik kematian.”

“Kebahagiaan adalah orang-orang yang hidup bersemangat pada siang dan malam hari, tidak khawatir meskipun ia hidup hanya satu malam.
Ia aman, tenang dan bijaksana.”

“Yang Mulia, saya akan pergi menemuinya dan mengatakan hal ini kepadanya.”
“Pergilah Ananda.”

Bhikkhu Ananda segera pergi mengunjungi Mahadhana. Pedagang kaya raya itu menyambut Bhikkhu Ananda dengan penuh hormat. Ia lalu mempersembahkan dana makanan dan lainnya.

Setelah itu Bhikkhu Ananda bertanya: “Berapa lamakah Anda berniat tinggal di sini?”
“Yang Mulia, saya datang dari tempat yang jauh, kalau sekarang saya kembali, saya akan menderita kerugian besar, jadi lebih baik saya tetap tinggal di sini sepanjang tahun, setelah saya berhasil menjual barang dagangan ini, saya akan segera pulang.”
“Saudara, apabila seseorang mengetahui kehidupannya akan segera berakhir, tentu saja amat sulit bagi orang itu untuk menerima kenyataan ini, tetapi bagaimanapun juga hal ini harus kita perhatikan.”
“Mengapa, Yang Mulia, apakah hidup saya hampir berakhir?”
“Ya, Saudara, kamu hanya akan hidup tujuh hari lagi, kamu akan segera meninggal.”

Mahadhana yang mendengar berita itu amat kaget, gelisah, bingung, dan juga sedih. Setelah ia berhasil mengatasi segala kekacauan perasaannya, ia lalu mengundang Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha untuk menerima dana yang dipersembahkannya.

Selama tujuh hari berturut-turut, Sang Buddha menerima undangannya. Pada hari ketujuh, Sang Buddha mengambil mangkuk dan jubahnya, lalu mengucapkan terima kasih dengan berkata:
“Anakku, seseorang yang bijaksana tidak akan pernah membiarkan dirinya berpikir, ‘Di sinilah saya akan tinggal selama musim hujan, musim gugur dan musim panas. Saya akan melakukan pekerjaan ini dan saya akan melakukan pekerjaan itu.’ Lebih baik seseorang bermeditasi pada akhir kehidupannya.”

Sambil berkata demikian, Sang Buddha mengucapkan syair:

“Di sini aku berdiam selama musim hujan, di sini aku berdiam selama musim gugur dan musim panas, demikianlah pikiran orang bodoh yang tidak menyadar bahaya (kematian).”

(Dhammapada, Magga Vagga: 14)

Ketika Sang Buddha mengakhiri ucapannya, pedagang itu memperoleh Tingkat Kesucian; demikian pula orang-orang yang hadir di sana memperoleh manfaat yang besar bagi diri mereka masing-masing setelah mendengarkan Dhamma yang diajarkan Sang Buddha sendiri.

Pedagang itu mengantarkan Sang Buddha pergi. Setelah itu ia kembali ke tempatnya.
“Oh, kepalaku ini sakit, pasti ada yang kurang beres,” katanya.
Ia berbaring di tempat tidurnya. Tidak lama kemudian, ia meninggal dunia. Tetapi karena perbuatan baik yang amat besar telah dilakukannya di akhir kehidupannya, ia terlahir kembali di Alam Surga Tusita.

Sabtu, 16 Januari 2010

Kemarahan

Kemarahan adalah hukuman untuk diri sendiri atas kesalahan orang lain.

~Master Cheng Yen

Cinta Sejati

Masalah dalam percintaan dimulai saat buyarnya fantasi. Kekecewaan bisa sangat menyakiti kita. Pada cinta asmara, kita tidak benar-benar mencintai pasangan kita. Kita hanya mencintai cara mereka membuat kita tersentuh. Yang kita cintai adalah 'sengatan' yang kita rasakan dalam kehadiran mereka. Itulah sebabnya, ketika mereka tak ada, kita merindukannya. Seperti 'sengatan' lainnya, tak berapa lama ini pun akan berlalu.

Banyak dari kita berpikir bahwa hubungan istimewa kita adalah cinta sejati, bukan cinta asmara. Berikut ini adalah sebuah tes untuk menilai cinta Anda termasuk jenis yang mana.

Pikirkan pasangan Anda. Bayangkan wajahnya di benak Anda. Kenanglah hari Anda bertemu dengannya dan saat-saat indah bersamanya. Sekarang bayangkan Anda menerima sepucuk surat dari pasangan Anda. Surat itu memberitahukan Anda bahwa si dia telah jatuh hati kepada sahabat Anda, dan mereka telah pergi untuk hidup bersama. Bagaimana perasaan Anda?

Jika cinta Anda adalah cinta sejati, Anda akan begitu tergetar bahwa pasangan Anda telah menemukan orang yang lebih baik dari diri Anda dan dia bahkan sekarang lebih berbahagia. Anda akan merasa gembira karena pasangan dan sahabat Anda dapat berbagi hidup bersama-sama. Anda akan sangat gembira karena mereka saling mencintai. Bukankah kebahagiaan pasangan Anda adalah hal yang terpenting dalam cinta sejati Anda? Cinta sejati itu langka.

Cinta sejati adalah cinta yang tak mementingkan diri sendiri. Kita hanya peduli kepada orang lain. Kita berkata kepada mereka, "Pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan." dan kita bersungguh-sungguh dengan perkataan itu. Kita hanya ingin mereka bahagia.
Cinta sejati itu langka.

Dari buku: Membuka Pintu Hati atau Cacing dan 108 Kotoran Kesayangannya.
Pengarang: Bhante Ajahn Brahm.

Rabu, 13 Januari 2010

Jadilah Bijak

Saat ini orang tidak mencari kebenaran. Orang belajar secara singkat agar dapat memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan untuk hidup, memelihara keluarga dan menjaga diri mereka sendiri, itu saja. Bagi mereka, menjadi pandai adalah lebih penting daripada menjadi bijaksana.

Bhante Ajahn Chah: Buku Hidup Sesuai Dharma.

Jumat, 01 Januari 2010

Hari Metta

Hari raya Metta dirayakan pada bulan Januari, dan hari raya ini jatuh tepat pada tanggal 1 Januari. Hari raya Metta ini tidak ada hubungan dengan kehidupan Sang Buddha Gotama.

Hari raya Metta ini baru ditetapkan pada tahun 1970 oleh World of Buddhist Council di Hongkong. Peristiwa ini terjadi sehubungan dengan peresmian sebuah rumah sakit Buddhis di Hongkong yang dihadiri oleh umat Buddha dari seluruh dunia pada tanggal 1 Januari 1970. Dalam kesempatan ini Perhimpunan Sangha Sedunia menyatakan bahwa: Rumah sakit yang bersifat sosial merupakan perwujudan cinta kasih yang nyata.

Maka seyogianya di dalam memperingati hari Metta, pikiran kita penuh dengan perbuatan-perbuatan kemanusiaan dan secara khusus melaksanakan Metta Bhavana. Pada hari raya Metta sebaiknya umat Buddha melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat cinta kasih, misalnya:
  • Tidak melakukan kekerasan, penganiayaan atau pembunuhan, berpantang makan daging.
  • Melakukan kebaktian cinta kasih untuk semua makhluk hidup terutama yang membutuhkan kasih sayang.
  • Memberikan berbagai jenis dana untuk fakir miskin, panti asuhan, baik berupa uang atau kebutuhan lainnya.
  • Membebaskan binatang-binatang kembali ke alam bebas.

Umat Buddha di dalam melaksanakan cinta kasih tidak hanya terbatas pada manusia saja, tetapi kepada semua makhluk. Metta di dalam agama Buddha sama sekali bukan cuma perasaan persaudaraan keagamaan (teman seagama), sebatas saudara kandung. Jika cinta kasih atas dasar pandangan agama, orang-orang dari kepercayaan yang berbeda itu tidak dapat memenuhi mimbar persaudaraan sejati, maka sungguh patut disayangkan bahwa ajaran-ajaran dari para guru dunia yang mulia itu sia-sia belaka. Demikian juga dengan cinta kasih yang tidak hanya sebatas saudara kandung yang dilaksanakan oleh Sang Buddha, yang bekerja demi kesejahteraan serta kebahagiaan semua makhluk, baik itu yang mencintainya maupun yang memusuhinya atau bahkan yang ingin membunuhnya, baik itu kepada orang jahat, kepada orang baik, Sang Buddha memancarkan kasih sayang dalam kadar yang sama.

Sang Buddha menganjurkan kepada para siswanya untuk melatih metta dengan teliti, sehingga mereka dilarang menggali tanah, karena dapat mengakibatkan kematian binatang-binatang yang berada di dalam tanah.

Tingkatan metta yang dianjurkan bagi para bhikkhu untuk dicapai mereka dapat dimengerti bila meninjau sabda Sang Buddha: "Jika perampok-perampok kejam memotong anggota badanmu satu-persatu dengan gergaji, dan bila saat itu engkau mengisi hatimu dengan kebencian terhadap mereka, maka sesungguhnya engkau bukanlah pengikutku." Sang Buddha bersabda: "Kita hidup bahagia jika kita tidak membenci seorang pun di tengah-tengah mereka yang membenci." (Dhammapada, Sukha Vagga I: 197).

Dengan uraian di atas jelaslah bahwa masalah cinta kasih dalam agama Buddha sangatlah dalam maknanya. Sekarang tinggal diri kita untuk melatih metta yang telah ada. Dimulai dari diri sendiri, kita berusaha mengembangkan cinta kasih sedikit demi sedikit kepada semua makhluk, tanpa memandang kepercayaan, bangsa, ras, atau kelamin, termasuk kepada binatang.

Orang yang mengembangkan metta tidak akan lagi dipengaruhi oleh perasaan-perasaan keakuan. Ia telah melandasi dirinya dengan beton bertulang: ia tidak lagi dipengaruhi oleh kasta, kelamin, kebangsaan, kesukuan, keyakinan agama dan lain sebagainya; ia dapat menganggap seluruh dunia ini sebagai tanah airnya, dan dengan memandang demikian semua makhluk adalah saudara dalam samudra kehidupan.

Manfaat mengembangkang Metta:
  • Orang yang penuh metta dapat tidur dengan tenang dan bahagia. Apabila seseorang tidur dengan hati terang dan bebas dari perasaan benci, tentu ia dapat tidur dengan seketika. Hal ini dapat dibuktikan secara nyata oleh orang yang perasaannya penuh dengan metta. Karena ia pergi tidur dengan rasa metta, maka ia akan terjaga dengan perasaan metta.
  • Orang yang bajik dan penuh welas-asih akan bangun dari tidurnya dengan wajah berseri-seri.
  • Di dalam tidurnya, orang yang perasaannya penuh metta tidak diganggu oleh impian-impian yang buruk. Karena pada waktu jaganya ia penuh dengan metta, maka ia akan merasa aman juga di dalam tidurnya. Ia akan tidur dengan nyenyak, dan kalaupun ia bermimpi, maka impiannya selalu baik-baik saja.
  • Ia akan disegani orang lain. Karena ia mencintai orang lain, maka ia pun dicintai oleh orang lain. Orang yang melatih metta akan dicintai oleh makhluk-makhluk yang bukan hanya manusia.
  • Orang yang penuh dengan metta akan cepat untuk memusatkan pikiran. Karena pikirannya tidak terganggu oleh getaran-getaran permusuhan maka pemusatan pikiran dapat dicapai dengan mudah.
  • Dengan batin yang tenang, ia akan hidup dalam sorga ciptaannya sendiri. Bahkan orang yang bergaul dengan dirinya juga akan merasakan berkah itu.
  • Metta mempunyai pengaruh untuk menambah keindahan wajah seseorang. Raut wajah pada umumnya merupakan pantulan dari keadaan pikiran.
  • Orang yang batinnya penuh dengan metdta akan meninggal dengan tenang bagaikan kapal yang berlabuh di teluk yang teduh: tidak ada pikiran benci yang akan mengganggu dirinya. Bahkan setelah meninggal mukanya kelihatan berseri-seri, membayangkan ketenangan kematiannya.
  • Bilamana orang yang penuh dengan metta meninggal, maka ia akan meninggal dengan tenang dan bahagia, dan ia kan tumimbal lahir di alam-alam luhur dan bahagia.


Disadur dari: Diktat Kuliah Agama, ditulis oleh Bhikkhu Sumananyano.