Sabtu, 25 Mei 2013

Tekad Siswa Sang Buddha



Tekad Siswa Sang Buddha
Cipt.: Joky

Dalam hidup ini
Tiada yang abadi
Maka jangan tinggi hati
Terlebih lupa diri

Dalam hidup ini
Semua nan tak pasti
Lebih baik mawas diri
Hadapi problema hidup ini

Reff:   Jangan putus asa
            Jangan gampang menyerah
            Walau seribu bala
            Mendera hidup kita

            Takkan pernah goyah
            Tekad siswa Sang Buddha
            Menghadapi dunia
            Berpegang pada Dhamma

Rabu, 15 Mei 2013

Dhamma Forever



Dhamma Forever
Selamanya Dhamma

Vocal: Yovi
Cipt. Shery Meiny & Gunasaro


When maturity divided by the time
Saat kematangan terbagi oleh waktu

There’s nothing be able to stop it
Tidak ada yang mampu menghentikannya

Being given chance to that be in Dhamma
Berkesempatan berada dalam Dhamma

Was a precious gift of kamma
Merupakan anugerah berharga dari karma


When it comes for spring to great fall
Saat tiba saatnya musim semi ke musim gugur

When shadow full be turns into green dew
Saat bayangan penuh berubah menjadi embun hijau

Dhamma will never ever lost its time
Dhamma tidak akan pernah lekang oleh waktu

It’s always be there to be observed
Dhamma selalu ada untuk diamati


Reff.
Isn’t it truth that our life is interim?
Bukankah suatu kebenaran bahwa hidup ini sementara?

Living Dhamma while time still like sin
Hidup dalam Dhamma sementara waktu bagaikan sebuah kesalahan

Dhamma will guide us for first stage
Dhamma akan menuntun kita untuk langkah pertama

While life on the world still goes on
Sementara waktu di dunia ini tetap berjalan



Minggu, 21 April 2013

Satu Hati Satu Tujuan Satu Keluarga

Dhammadesana oleh: Y.L. Viriya Nanda
Tanggal: 21 April 2013
Tempat: Vihara Dharmakirti

Tema: Satu hati satu tujuan satu keluarga

Cerita 1: ada pasangan baru menikah minta diberi air pemberkahan saat pemberkatan pernikahannya. Mereka minta diberkati dengan harapan supaya keluarganya bisa langgeng.

Cerita 2: ada seorang ibu minta air yang dibacakan mantra dari vihara, karena anaknya sakit lupus. Ini adalah permintaan anaknya yang tidak bisa bicara karena sakitnya. Setelah diberi air langsung bisa ngomong.

Lalu apa hubungan air pemberkahan pada dua cerita di atas dengan tema 1 hati 1 tujuan 1 keluarga?
Air pemberkahan bisa manjur karena adanya keyakinan. yang terpenting adalah satu hati, satu tujuan, satu keluarga.

Keluarga bukan hanya suami istri dan anak. Pada dasarnya keluarga memang dimulai dari suami dan istri. Tapi ada juga jenis keluarga yang lain, misalnya dalam organisasi. Apakah semua ingin harmonis? Pasti. Tapi tidak selamanya harmonis. Keluarga kita bisa cekcok, apalagi keluarga organisasi, semua tidak lepas dari pertengkaran. Setiap orang, setiap makhluk, di alam manusia, alam hewan dan alam dewa, semua ingin harmonis.

Apa sebab ada suatu pertengkaran?
Itu karena manusia memiliki sifat iri hati dan pikiran picik. Iri itu adalah perasaan tidak senang melihat orang lain bahagia. Iri juga berarti cemburu. Jika cemburu pasti kita merasa sesak. Adanya perasaan cemburu karena ada perasaan suka. Kenapa ada perasaan suka, karena ada perasaan ingin memiliki. Dan rasa suka itu menimbulkan rasa posesif. Dalam buddhis disebut tanha. Akibat dari punya perasaan iri, picik, cemburu, maka batin akan menderita. Kita jadi tidak bisa tidur.

Bagaimana agar tidak muncul perasaan iri dan picik?
Yaitu dengan menumbuhkan cinta. Cinta itu adalah memberi. Kalau dalam dhamma yaitu melaksanakan hak dan kewajiban. Wujud cinta adalah pengendalian diri. Jika Anda cinta pada pasangan Anda, maka Anda tidak akan selingkuh, tidak ada seleweng. Jika cinta anak, maka akan sayang kepada anak. Jika cinta pada orangtua maka akan berbakti. Jika cinta lingkungan maka tidak akan buang sampah sembarangan agar tidak banjir.

Kewajiban suami terhadap istri: memberi nafkah, memberi makan, duit, pakaian, perhiasan, secara batin memberi pujian. Bukan hanya dalam keluarga saja harus memberi pujian, tapi dalam organisasi juga. Jika tidak mau istri punya PIL, maka harus beri pujian. Jangan hanya pada saat pacaran saja memuji-muji. Atau, memberi pujian jika ada maunya saja. Pujian itu penting.

Kewajiban istri: melayani suami, memberi makan, merawat anak, menjaga harta suami, merawat rumah, dan memberi pujian juga. Istri juga perlu memberikan pujian kepada suaminya. Jangan lupa anak juga memberi pujian.

Dalam bermasyarakat, wujud cinta adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban.

Kewajiban umat Buddha: berbuat baik.

Tujuan dalam hidup (cita-cita):
1. Ingin cukup materi. Ukuran dalam dhamma adalah cukup. Jika berlebihan maka akan serakah.

2. Ingin punya kedudukan yang tinggi. Punya kedudukan bukan aji mumpung. Gunakan kesempatan pada saat punya jabatan tinggi untuk berbuat baik.

3. Ingin hidup sehat dan umur panjang. Bagaimana supaya berumur panjang? Jangan memperpendek umur makhluk lain. Bisa juga dengan fangshen. Kalau ingin sehat, harus olahraga. Jangan lupa untuk berbuat baik.

Jika kita sudah punya semuanya maka gunakan untuk berbuat baik, sehingga kita bisa terlahir di alam surga.

Dalam keluarga, kita harus punya cinta dan cita. Ketika kita sudah memiliki itu, maka kita akan berbahagia. Dengan demikian hidup kita akan harmonis.

Sabtu, 20 April 2013

Perkataan Benar

Dhammadesana oleh: Bapak Hendra Wijaya
Tanggal: 14 April 2013
Tempat: Vihara Dharmakirti

Buddha bukan hanya mengajarkan jangan berkata dusta, tapi juga perkataan benar.

Perkataan benar ada 4 hal:
- tidak berkata dusta
- jangan berkata kasar
- tidak berkata fitnah
- tidak bergosip (omongan sampah)

Kenapa di Pancasila Buddhis hanya disebutkan tidak berkata dusta?
Karena itu adalah yang paling sulit. Orang bisa berkata halus, tapi isinya bohong. Kalau perkataan kasar itu pasti perkataan tidak benar. Fitnah, itu sudah pasti bohong. Tidak bergosip juga adalah bohong.

Ajaran Buddha kepada Rahula:
"Demikianlah Rahula seharusnya engkau melatih diri, aku tak akan berkata bohong sekalipun dalam canda."

Ada orang bilang, "Mulutnya ini kasar tapi hatinya baik."
Benarkah pernyataan itu?
Mulut kasar, pada saat ia teriak-teriak pasti hatinya tak baik, ini menurut standar Buddha.

Dalam mendidik anak jangan sampai memaki-maki. Kata Buddha, jangan menyakiti anak seperti itu. Buddha tidak pernah membentak. Jika ada orang salah, berkatalah dengan damai, penuh kasih sayang. Itu standar Buddha.

Menghindari perkataan kosong. Perkataan kosong (sampah) maksudnya yaitu kata-kata tak bermanfaat secara spiritual. Contoh: kata-kata mengenai raja (pemimpin negara), kata-kata tentang mencoleng (copet), kata-kata tentang para mentri, tentang tentara, perang, tentang makan dan minum, tentang kota, daerah, tentang perempuan, pahlawan, asal mula semesta.

Pada jaman dulu banyak pelawak yang menghibur org. Ada yang percaya bahwa pelawak sesudah meninggal bisa terlahir menjadi dewa. Kata Buddha: "Orang-orang yang suka menghibur orang lain dengan kata-kata sampah yang kata-katanya berdasarkan lobha, dosa, moha, maka ketika orang tersebut mati ia akan lahir di neraka tawa. Dan, orang-orang yang percaya pada orang pelawak ini, ia akan terlahir di alam sengsara juga.

Bagaimana cara berbicara yang benar?
1. Jika suatu perkataan tidak benar, tidak bermanfaat dan tidak menyenangkan, maka jangan ngomong.
2. Kalau benar tapi tak bermanfaat dan tidak menyenangkan, jangan ngomong.
3. Kalau benar dan bermanfaat, tapi tidak menyenangkan, maka cari waktu yang tepat.
4. Kalau tidak benar, tidak bermanfaat, tapi menyenangkan, jangan ngomong.
5. Kalau tidak benar, bermanfaat, menyenangkan, jangan ngomong.
6. Kalau benar, bermanfaat, menyenangkan, silakan ngomong tapi cari waktu yang tepat.

Kesimpulan: kita patut ngomong kalau perkataan itu benar dan bermanfaat. Menyenangkan atau tidak, itu urusan nanti.

Contoh: jika pegawai malas, kita omongin di depan umum, itu tidak boleh walau benar dan bermanfaat. Yang bagusnya: cari waktu yang tepat untuk ngomong, jangan memarahi di depan umum. Ajak pegawai bicara di ruang khusus.

Menurut Ajahn Brahm, sebelum ngomong tanya 3 pertanyaan pada diri sendiri:
1. Apakah saya perlu ngomong? Apakah perlu diomongkan? Penting nggak?
2. Apakah ini benar-benar penting sekali?
3. Apakah ini benar-benar sangat penting sekali?

Apa yang keluar dari mulut kita, jauh lebih penting daripada apa yang masuk.
~Ajahn Brahm
Maksudnya ucapan kita seharusnya penuh damai dan kasih sayang.

Seandainya kita sudah baik hati dan berucap benar tapi lalu dihina orang, bagaimana sikap kita seharusnya?
Buddha berkata ada resepnya:
1. Menumbuhkan kasih sayang pada orang itu.
2. Menumbuhkan kewelasan
3. Dengan ketenangan dan keseimbangan diri.
4. Tidak menghiraukan orang tersebut.
5. Baca paritta. Sabbe satta kamayoni, kamabandhu. Jika dia berbuat salah, dia terima sendiri akibatnya.

Yang berbahaya itu reaksi kita.

Menurut Buddha, perkataan itu tidak terlalu penting. Kisahnya ada di Dhammapada 259.
Karena, biarpun kata-kata itu sedikit, tapi memancarkan kasih sayang, maka itu lebih baik daripada kata-kata yang panjang lebar tapi tidak ada kasih sayang.

Jumat, 19 April 2013

Kejujuran

Dhammadesana oleh: Romo Girinanda
Tanggal: 7 April 2013
Tempat: Vihara Dharmakirti

Belajar dari hujan. Ada seorang nenek punya 2 orang putra, jual payung dan jual es.
Pada musim hujan si nenek senang karena anaknya yang jual payung laris tapi dia sedih karena anak yang jualan es tidak laku. Dan sebaliknya.
Akhirnya dia jadi menderita.
Penderitaan ini diciptakan oleh pikiran.

Proses belajar bisa dari mana saja, hujan, peristiwa di pasar, persembahan. Di mana saja bisa belajar dhamma.

Pada buku "20 kesulitan dalam kehidupan" karya Master Cheng Yen: sulit bagi orang miskin untuk berdana. Kadang bagi orang suka merasa tidak cukup untuk berdana. Padahal berdana tidak hanya uang. Bisa dengan cara donor darah. Ada contoh orang lumpuh yang akhirnya sembuh karena dikunjungi relawan, ia lalu berbuat kebajikan melalui spirit.

Karaniya metta sutta bait 1.
Apakah masih ada manusia yang seperti bait 1? Masih adakah orang jujur? Kejujuran adalah suatu praktek dhamma. Di theravada ada 10 paramita. Siapapun yang ingin jadi Buddha harus sempurnakan 10 itu. Salah satunya adalah sacca (kejujuran).

Orang yang jujur hidupnya pasti tenang. Kalau orang yang banyak bohong pasti tidak tenang karena dihantui oleh kesalahan yang dilakukan.

1 saja ini dilakukan, ini pasti akan membuat hidup bahagia walaupun tidak memakai jubah (menjadi bhikkhu). Satu ini dilatih secara konsisten. Dan jika dilakukan maka dunia ini akan aman. Jika semua orang di dunia ini jujur, menurut sang Buddha, maka usia manusia akan bertambah.

Pada suatu sutta, dijelaskan usia manusia pernah 80ribu tahun, lalu berkurang menjadi 40ribu tahun karena banyak pembunuhan. Lalu menjadi 20ribu karena banyak kebohongan. Usia manusia kemudian menjadi turun dan terus turun.

Karena suka berbohong, ada ketakutan. Maka ada tekanan batin sehingga mudah sakit, pikiran sakit, dan banyak sekali penderitaan yang kita alami. Maka benar seperti kata sang Buddha, jika jujur maka usia akan bertambah. Dengan praktek jujur kita akan merasa bahagia.

Suami istri atau orang berpacaran, jika mau awet harus jujur. Jika tidak jujur, ada yang disembunyikan maka tinggal tunggu bom waktu maka akan hancur.

Pandangan ekonomi Buddhis, ketika kita berjualan mencari untung sebesar-besarnya maka itu menimbulkan keserakahan. Dan keserakahan akan menimbulkan ketidaktenangan.

Pada suatu saat sang Buddha pernah terlahir sebagai pedagang. Saat itu ada pesaingnya yang juga seorang pedagang. Buddha berjualan kendi. Pada suatu ketika, karena Buddha melatih kejujuran, ada seorang nenek punya guci emas mau dijual. Nenek itu jual pada pedagang ke-2. Pedagang itu tahu bahwa harga guci nenek itu mahal, maka ia katakan guci itu tak berharga. Maka nenek itu tak jadi jual padanya. Nenek pindah ke toko lain. Pedagang ke-2 karena serakah ingin memiliki guci. Nenek jual ke Buddha. Buddha jujur, Ia bilang ditukar dengan tokonya pun takkan terbayar. Nenek bilang tak apa-apa yang penting ada beras untuk makan. Akhirnya guci diberikan pada Buddha. Pedagang ke-2 tidak senang, ia jadi dendam. Karena dendam menumpuk ia mati dengan muntah darah dan tercipta pikiran kebencian sampai kelahiran berikutnya menjadi musuh Buddha, yang selalu ingin merusak kehidupan Beliau.

Dari kisah tersebut disimpulkan bahwa kejujuran membawa manfaat, membawa berkah.

Coba dengarkan suara hati. Jika mendengar itu, maka pikiran dan perbuatan akan baik, berjalan di jalur kejujuran. Karena pikiran mudah menciptakan keserakahan, dengan mendengarkan suara hati maka tidak serakah lagi. Ini adalah metode untuk melatih kejujuran.

Manfaat kejujuran:
Tenang, tidak ada rasa bersalah, percaya diri dan hidup lebih hepi.

Suara hati adalah apa adanya, dan itulah kebenaran, dan itulah kejujuran.

Selasa, 02 April 2013

Jika Pekerjaan Membosankan

Apa yang akan dilakukan Buddha dengan pekerjaan yang membosankan?


Mencari pasir ketika sedang membersihkan beras.
Mencari beras ketika sedang melemparkan pasir.
~Dogen, "Instruction for the Cook," Shobogenzo


Kita mudah sekali terbawa ke dalam kebodohan. Pikiran kita sangat hebat karena dia akan tertidur bila tidak kita gunakan, bahkan di saat kita terjaga sekalipun. Kebanyakan hari-hari kerja kita berlangsung seperti ini. Jika kita melewatkannya, kita akan sangat kehilangan.

Kata-kata Dogen tentang masakan mengingatkan kembali pada tugas-tugas kita sekarang ini. Pekerjaan terendah sekalipun menjadi hidup ketika kita memperhatikannya. Hal ini sulit dipercaya, tetapi saya telah membuktikannya. Membuat kopi memerlukan perhatian seksama, kemudian penyajian kopi tersebut memberikan kepuasan sejati. Pikirkan tentang meditasi: tidak ada yang bisa lebih lembut, karena bila kita melakukannya dengan benar, hal tersebut tidaklah membosankan. Pada saat kita membersihkan beras, kita harus melihatnya dari dekat. Ketika sedang melemparkan pasir, kita harus hati-hati. Melalui perhatian seperti ini, kita menemukan kepuasan; butiran-butiran padi itu menjadi barang kecil yang berharga.





Sumber: What Would Buddha Do?
By: Franz Metcalf.
Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer

Jumat, 01 Maret 2013

Melepas Beban

Ceramah Romo Aryananda.
Tanggal 24 Feb 2013
Di Vihara Dharmakirti, Palembang

Melepas beban pada pikiran perasaan pada tubuh kita.
Semua orang ingin bahagia, sehingga muncul inspirasi ingin membahagiakan orang lain.
Bahagia muncul dari rasa puas. Jika tidak puas maka tidak bahagia.

Jadi ortu jangan egois, karena ego memaksakan anak mengikuti kemauan ortu.
Tanpa pemahaman dharma hidup kita akan kering, kita tidak bisa mengahadapi keadaan, kita susah beradaptasi dengan orang-orang.
Jika anak narkoba, ortu yang tidak punya pemahaman dharma akan mengusir anak, karena gengsi nama baik tercemar. Padahal ortu turut andil anak-anak sampai begitu. Kadang-kadang ortu tidak memahami, menghukum anak. Hanya dengan kasih sayanglah anak dapat berubah.

Semua orang ingin bahagia, tapi seringkali kita tidak melakukan sebab-sebab yang dapat membuat bahagia, malah sebaliknya melakukan hal-hal yang membuat tidak bahagia.
Misal, kita iri, benci, serakah, dendam, ini kita masukkan ke dalam pikiran. Maka kita tidak akan bahagia karena di pikiran hanya ada hal-hal seperti itu. Kita tidak akan damai, tenteram karena ada beban pikiran.

Pikiran dan beban itu membuat kita stress dan tidak bisa menikmati hidup. Inilah yang harus kita lepas. Caranya hanya dengan mengembangkan cinta kasih. Dengan cinta kasih maka beban pikiran akan hilang dengan sendirinya.

Beban ego kita hilangkan dengan cinta kasih. Begitu kita memperhatikan orang-orang yang menderita, ego kita terkikis dengan sendirinya.
Beban sakit hati akan hilang jika kita mau memaafkan. Itu akan melonggarkan hati, akan menghilangkan sakit hati, akan menimbulkan suatu kesehatan yang baik.
Beban kejengkelan hilangkanlah dengan mengerti orang lain, bahwa orang lain itu tidak sama dengan kita. Kalau kita bisa menerima kelemahan orang lain maka kita tidak akan jengkel. Jangan menuntut orang lain seperti kita inginkan sehingga kita tidak jengkel.
Rasa kecewa membuat tidak nyaman. Apa yang ada dinikmati saja. Banyaklah melihat kelebihan daripada kelemahan. Kalau hanya melihat kelemahan maka kita akan stres. Setiap orang pasti punya kekurangan karena belum sempurna. Kekurangan itu harap dimaklumi. Lihatlah kelebihannya.

Kalau mensyukuri apa yang ada tentu tak akan kecewa. Kalau bersyukur tidak akan ada rasa iri.

Lepaskan semua beban (keinginan-keinginan yang banyak, pikiran-pikiran jahat, pikiran buruk) sehingga bisa bahagia, damai, tenteram.

Rabu, 27 Februari 2013

Dhammatalk: Meredam Marah Menebar Metta

Meredam Marah Menebar Metta
Oleh: Bhante Uttamo
Moderator: Mr. Ponijan Liauw
 
Orang marah mengurangi berkah dan menambah musibah. Orang ramah menambah berkah mengurangi musibah.
Marah >< Ramah.
-Mr. Ponijan Liauw

Orang marah cepat tua, karena ada banyak syaraf yang tertarik di muka yang menyebabkan muka jadi berkerut-kerut sehingga membuat cepat tua.
-Mr. Ponijan Liauw

Inti Dhammatalk:

Sebab marah: - apa yang diinginkan tidak didapat
- apa yang didapat tidak diinginkan

Akibat marah:
- gangguan kesehatan.
Orang marah tensi darahnya bisa naik, bisa sakit jantung. Bisa stress. Lalu berakibat depresi, akhirnya bisa cepat mati.
- di kehidupan berikutnya terlahir dengan wajah buruk rupa, muka seperti orang marah
- di kehidupan berikutnya bisa terlahir di alam asura, karena di alam tersebut untuk mendapatkan sesuatu harus marah-marah atau berkelahi dulu

Ada 4 M untuk meredam marah: 1.Merelakan
Melepas. Bahwa segala sesuatu ada waktunya. Apa yang kita miliki suatu saat akan lepas.
Apa yang kita dapatkan bukan yang kita inginkan maka relakan.
Supaya rela: melihat hidup ada hikmahnya.

2.Mengucapkan kata-kata yang baik/positif.
Salah satu wujud metta adalah mengatakan kata-kata baik. Tidak bisa kita mengatakan bahwa memaki-maki tapi dengan metta. Jangan gampang mencela. Lebih baik memuji. Jika ada hal tidak menyenangkan, katakan hal positif terlebih dahulu, setelah itu baru memberi tahu yang tidak bagusnya. Misalnya anak kita nilai rapornya ada merah dua. Pujilah dulu nilai yang hitam. Setelah itu katakan bahwa jika yang merah berubah jadi hitam maka akan lebih bagus lagi.

3. Melakukan tindakan yang bermanfaat untuk orang yang kita sayangi maupun semua makhluk.

4. Menghindari sikap sombong, tinggi hati, arogan.
Karena tidak ada orang yang suka dengan kesombongan.

Minggu, 24 Februari 2013

Agar Bebas dari Stress

Ceramah oleh: Romo Aryananda
Tanggal: 21 Oktober 2012

Jika ingin bebas dari stress harus bebaskan pikiran.

Jangan melekat pada apapun yang kita miliki, misal: jasmani, usaha, dll.

Tidak menuntut harus begini harus begitu, maka tidak ada beban di pikiran.

Jangan membebani orang lain, karena bisa menciptakan ketidak-bahagiaan pada orang lain, kita sendiri pun jadi tidak bahagia.

Apapun yang kita lakukan akan kembali kepada kita. Inilah hukum alam. Inilah karma.

Jika selalu mengembangkan cinta kasih, walaupun hanya dalam pikiran atau dalam meditasi, ternyata gelombang ini akan menyentuh semua di sekitar kita, makhluk-makhluk di sekitar akan merasakan gelombang cinta kasih. Gelombang cinta kasih ini akan mendamaikan orang yang ada di dalam rumah, bahkan makhluk-makhluk yang ada di sekitar kita. Ini disebut juga anumodana (berbagi) kepada semua makhluk.

Sebaliknya jika kita selalu benci, makhluk-makhluk sekitar juga akan merasakan. Sesuai hukum karma, jika kita penuh dengan kebencian maka kita akan menemukan keadaan-keadaan, orang-orang yang juga penuh kebencian.

Jika kita mempunyai kasih sayang, maka orang-orang, keadaan-keadaan di sekitar kita juga akan penuh kasih sayang.

Stress akan mempengaruhi sistem-sistem pada tubuh kita, seperti: sistem pencernaan, pernapasan, otak, kekebalan tubuh, menjadi gampang emosi, gampang tersinggung, gampang marah, bahkan hormon-hormon juga terganggu.

Jika pikiran tenang, sistem-sistem dalam tubuh akan bagus, maka tubuh kita akan sehat.

Dengan meditasi bisa mengeluarkan energi-energi negatif dalam tubuh kita, sehingga kita bisa lebih damai dan bahagia.

Sabtu, 26 Januari 2013

Ujian bagi Seorang Calon Penasihat


Ada seekor burung elang yang mencuri sekerat daging dari tukang daging. Beberapa anak laki-laki yang melihat burung itu terbang membawa sekerat daging mengejar burung elang tersebut dan mencoba menakut-nakutinya. Tetapi burung itu terus terbang dan mengubah arah sehingga anak-anak itu tidak mengikutinya lagi.

Seorang pendeta yang memperhatikan kejadian ini berkata, “Ijinkan aku mencoba agar burung itu menjatuhkan dagingnya. Matanya terus mengawasi arah terbang burung itu. Ia berteriak dan bertepuk tangan dengan keras.

Suara tersebut mengganggu burung itu sehingga tanpa sadar dia melepaskan cengkeraman dagingnya karena takut. Pendeta yang melihat daging jatuh segera menangkapnya sebelum daging itu menyentuh tanah.

Berita tentang pendeta itu sampai ke telinga Raja Brahmadutta dan menteri, Senaka. Raja Brahmadutta kagum akan siasat pendeta itu dan ingin mengangkatnya sebagai penasihat, tetapi Senaka iri hati dan berusaha menyingkirkan pendeta ini dengan berpikir, “Aku akan segera kehilangan kemurahan hati raja. Aku harus melakukan sesuatu kepada pendeta ini.”

Lalu dia berkata kepada raja, “Marilah kita uji pendeta itu dan kita hadapkan ke sidang. Akal bulus kecil menakuti burung seperti itu tentu tidak dapat membuktikan apa-apa.” Raja setuju mengujinya agar lebih teliti memperhatikan pendeta itu.

Ujian pertama:

Seorang wanita tua yang miskin pergi mandi di sungai, dia mengenakan kalung simpul yang indah terbuat dari benang-benang beraneka warna yang dibuatnya sendiri. Seorang wanita muda yang melihat kalung indah ini melingkar di leher wanita tua itu ingin memilikinya. Lalu, perempuan itu, “Alangkah indahnya kalung buatanmu sendiri. Aku ingin memakainya sejenak, bolehkah?”

Wanita tua senang hatinya mendengar pujian ini dan berkata, “Tentu, kamu boleh memakainya untuk beberapa menit saja ketika aku sedang mandi. Alangkah senangnya kamu menyukai hasil karyaku.”

Wanita muda itu mengambil kalung dan segera berlari. Tidak jadi mandi, wanita tua yang miskin itu mengejarnya dan akhirnya dapat menangkap wanita muda itu. “Mengapa kamu tega mencuri kalungku?” tanyanya.

Wanita muda itu menjawab, “Alangkah beraninya kamu menyebutku sebagai seorang pencuri! Ini adalah kalungku dan aku tidak tahu apa maksudmu.” Orang banyak mulai mengelilingi mereka, ingin tahu apa yang sedang dipertengkarkan kedua wanita ini.

Pendeta yang berdiri dekat mereka datang menghampiri dan bertanya apa yang sedang dipertengkarkan oleh mereka. Lalu dia berkata, “Ijinkan wanita ini datang ke hadapanku dan aku akan mengetahui siapa yang berbicara benar.” Kedua wanita itu menyetujui hal ini.

Pertama, pendeta menanyai wanita muda itu, “Sudahkah kamu memakai parfum untuk membuat harum kalung ini?”

“Aku memakai wangi-wangian yang mahal. Namanya Subbasamharaka, yakni campuran dari semua wangi-wangian yang ada di pasar,” jawab wanita itu dengan sombong.

Pendeta lalu kembali kepada wanita miskin dan memberikan pertanyaan yang sama. Dia menjawab, “Pendeta, aku terlalu miskin untuk membeli wangi-wangian. Aku mengumpulkan beberapa bunga henna dan mewangikan kalungku dengan sari bunga-bunga henna itu.”

Pendeta memasukkan kalung itu ke dalam mangkuk yang berisi air dan memanggil ahli parfum untuk mencium harumnya bunga itu.

“Ini adalah harum bunga-bunga henna,” kata ahli parfum.

Wanita muda itu menjadi malu dan mengakui kebohongannya, lalu dikembalikannya kalung itu kepada yang berhak memilikinya, wanita tua tersebut.

Ujian kedua:

Ada seorang wanita yang telah melahirkan seorang bayi laki-laki tampan. Suatu hari dia meletakkan bayinya untuk tidur di sebelah danau sementara dia pergi mencuci muka. Lalu, datanglah seorang perempuan melihat bayi tampan itu dan menginginkannya. Perempuan itu bertanya, “Bolehkah aku bermain-main dengan anakmu? Dia sangat tampan!” Perempuan itu pura-pura bermain dengan bayi tersebut untuk beberapa waktu sambil menunggu saat yang tepat untuk membawa bayi itu kabur.

Ibu bayi segera lari mengejar dan menangkapnya. “Mau dibawa ke mana anakku?” teriaknya. “Apakah ini memang anakmu? Ini adalah anakku,” kata perempuan itu. Mereka bertengkar dengan sengitnya sehingga orang-orang berkerumun mengelilingi mereka dan mencoba menerka siapakah di antara mereka yang benar.

Salah satu dari orang-orang itu pergi ke pendeta dan menceritakan tentang pertengkaran itu. Pendeta itu mendatangi kedua wanita tersebut dan meminta mereka untuk menyetujui keputusannya. Kedua wanita itu setuju.

Pendeta menggambar sebuah garis di tanah dan meletakkan bayi itu di sana, sebagian dari tubuh bayi itu berada di salah satu sisi dan bagian lain berada di sisi yang berlawanan. Lalu, dia menyuruh perempuan itu untuk memegang kedua tangan anak itu dan ibu bayi memegang kakinya. “Sekarang,” katanya. “Jika aku memberi perintah, tariklah pada waktu yang bersamaan. Siapa yang berhasil menarik anak ini dari tempatnya masing-masing dengan utuh, dialah yang akan menerima anak ini.”

Kedua wanita itu mulai menarik hingga anak itu mulai menangis kesakitan. Ibu bayi segera melepaskan anak itu dan mulai menangis, sedangkan perempuan muda itu tertawa dan menarik bayi itu ke arahnya.

Sekarang pendeta memperhatikan orang-orang yang sedang berdiri menonton dan bertanya kepada mereka, “Katakan kepadaku, siapakah ibu yang sesungguhnya dari bayi ini?”

Mereka segera menunjuk ke wanita yang sedang menangis itu dan menjawab dengan satu kata, “Dialah ibu yang sesungguhnya karena dia tidak tahan melihat anaknya kesakitan.”

Ibu itu menggendong anaknya sambil memegang kaki pendeta dengan penuh rasa terima kasih, sedangkan perempuan jahat itu ditangkap pengawal kerajaan untuk dipenjara.

Ujian ketiga:

Senaka, menteri yang iri membuat ujian lain untuk pendeta itu. Dia membawa sebatang pohon akasia dan memotong sedikit batang pohon itu lalu diukurnya sejengkal dan dibulatkan sampai licin. Potongan itu demikian sempurna sehingga tidak memungkinkan seseorang dapat membedakan mana pangkal akar pohon itu.

Menteri Senaka mengeluarkan pengumuman, “Siapakah yang sanggup menyatakan mana yang pangkal akar dan bagian mana yang merupakan bagian atas dari pohon ini. Bila gagal menjawab, akan didenda berat!”

Tidak seorangpun yang sanggup memberi jawaban dengan tepat, lalu mereka memohon bantuan kepada pendeta. Dengan seksama, pendeta memperhatikan potongan kayu itu dan berpikir, “Persoalan ini dibuat hanya untuk menangkapku. Mereka menggunakan perangkap yang mana ujung dan pangkal akar dari batang pohon ini.”

Pendeta tersebut memegang potongan kayu tersebut lalu mengikat seutas tali di bagian tengahnya. Dia mengambil seember air dan memasukkan potongan kayu itu ke dalamnya kemudian memegang salah satu ujung tali di tangannya. Di bagian akar biasanya lebih berat daripada di bagian atas. Lalu, salah satu ujungnya akan tenggelam lebih dalam dari ujung lainnya.

“Yang mana lebih berat, ujung akar atau bagian atas pohon?” tanyanya.

“Ujung akar lebih berat,” jawab orang-orang itu.

Lalu pendeta itu berkata, “Jika demikian, itu adalah ujung akar pohon itu,” sambil menunjuk bagian potongan kayu yang tenggelam.

Ujian keempat:

Raja Varanasi mempunyai permata indah yang berlubang. Ada seutas benang di bagian tengah lubang itu dan tak seorang pun yang dapat mengeluarkannya. Dengan berbagai cara, tukang emas dan para ahli mencoba untuk mengeluarkannya, tetapi tidak ada yang berhasil. Lalu, pendeta itu dipanggil dan diserahkan tugas tersebut untuk menguji kepandaiannya.

Pendeta meminta sedikit madu dan menorehkan beberapa tetes madu di lubang tersebut lalu menaruh permata itu dekat sarang semut. Segera saja makhluk-makhluk kecil ini memasuki permata, mengisap madu di sepanjang benang yang terendam madu dan akhirnya semut-semut itu membawanya keluar dengan harapan dapat makan madu lagi.

Pendeta sanggup mengambil benang dari dalam permata itu dan menyerahkannya kepada raja. Raja sangat gembira dan ingin menunjuk pendeta itu sebagai penasihatnya. Tapi, Menteri Sanaka berkilah kepada raja untuk menunda bukti lebih lanjut akan kebijaksanaan pendeta.

Ujian kelima:

Untuk membingungkan sang pendeta, atas perintah Senaka, diumumkanlah sebuah pesan kepada orang-orang desa. Pesan itu berbunyi: “Raja ingin bermain ayunan di istana, namun tali yang ada sudah tercabik-cabik tak terpakai dan tak berguna lagi. Jadi, buatlah tali yang terbuat dari pasir. Bila kamu gagal membuatnya, kamu akan dihukum.”

Orang-orang desa tidak mengerti dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Mereka memohon bantuan pendeta itu dan pendeta itu tahu bahwa tugas ini tak akan pernah bisa dilakukan. Dia memanggil orang-orang desa dan berkata kepada mereka untuk membuat beberapa pertanyaan yang sulit dijawab.

Mereka lalu menemui raja dan berkata, “Baginda, kami orang-orang desa ingin tahu tali pasir macam apakah yang Baginda butuhkan untuk bermain ayunan? Seberapa ketebalannya dan bagaimana mutunya? Maukah Baginda mengirim sedikit contoh tali pasir itu agar kami bisa membuatnya di rumah dan memperbanyaknya?”

“Aku tidak pernah memiliki seutas tali yang terbuat dari pasir, mana mungkin tali seperti itu dapat dibuat?” jawab raja.

Semua orang desa itu berkata, “Bila Baginda tidak dapat membuat tali seperti itu, bagaimana kami dapat membuatnya untuk Baginda?”

Akhirnya raja tahu bahwa itu adalah perkataan pendeta yang diajarkan kepada orang-orang desa untuk menangkis serangan balasan; raja menjadi bertambah senang atas kepandaian pendeta.

Ujian keenam:

Di kebun istana Varanasi ada sebuah danau. Di sebuah sudut dari danau itu tumbuh pohon palma. Di antara cabang-cabang pohon ini terdapat sarang seekor burung gagak. Bayangan sarang ini tampak di danau dan ketika para tukang kebun datang mengambil air danau, mereka tercengang melihat bayangan kalung indah di dalam air.

Para tukang kebun segera berkata kepada raja bahwa kalung permaisuri ada di dalam danau. Raja datang dan melihat bayangan kalung itu lalu memanggil semua pelayan untuk menguras air danau itu. Ketika danau kering, mereka mencari permata itu, namun tidak berhasil menemukannya, bahkan jejaknya pun tidak ada. Mereka menggali dasar danau itu lebih dalam, tapi kalung itu masih juga tidak tampak.

Berangsur-angsur air danau itu penuh kembali dan bayangan itu tampak jelas. Karena tidak memahami hal ini, raja memanggil pendeta dan berkata kepadanya, “Pendeta Yang Mulia, dapatkah kamu menarik kalung dari dalam danau itu dengan kekuatanmu?”

Pendeta lalu meminta sebuah ember, lalu mengisinya dengan air. Dan menempatkannya di mana bayangan itu berada. Permata itu tampak terapung di dalam air yang ada di dalam ember itu. Lalu dia memindahkan ember itu dan bayangan kalung itu tampak kembali di tempatnya semula di permukaan air danau itu.

Lalu, pendeta itu menunjuk ke arah pohon delima dan sarang burung gagak. “Yang Mulia, burung gagak telah membawa permata itu dan meletakkannya di dalam sarang. Tadi hanyalah bayangan dari kalung yang kita lihat di dalam air. Perintahkan seorang laki-laki untuk memanjat dan mengambil permata itu,” ujar pendeta itu kepada raja.

Akhirnya permata itu dibawa turun dari pohon dan diberikan kepada raja. Setiap orang kagum akan kebijaksanaan pendeta itu dan raja menunjuknya sebagai penasihatnya.



Sumber:
Cerita Rakyat Buddhis
Oleh: Visalakshi Johri
Penerbit Dian Dharma
2009