Jumat, 19 April 2013

Kejujuran

Dhammadesana oleh: Romo Girinanda
Tanggal: 7 April 2013
Tempat: Vihara Dharmakirti

Belajar dari hujan. Ada seorang nenek punya 2 orang putra, jual payung dan jual es.
Pada musim hujan si nenek senang karena anaknya yang jual payung laris tapi dia sedih karena anak yang jualan es tidak laku. Dan sebaliknya.
Akhirnya dia jadi menderita.
Penderitaan ini diciptakan oleh pikiran.

Proses belajar bisa dari mana saja, hujan, peristiwa di pasar, persembahan. Di mana saja bisa belajar dhamma.

Pada buku "20 kesulitan dalam kehidupan" karya Master Cheng Yen: sulit bagi orang miskin untuk berdana. Kadang bagi orang suka merasa tidak cukup untuk berdana. Padahal berdana tidak hanya uang. Bisa dengan cara donor darah. Ada contoh orang lumpuh yang akhirnya sembuh karena dikunjungi relawan, ia lalu berbuat kebajikan melalui spirit.

Karaniya metta sutta bait 1.
Apakah masih ada manusia yang seperti bait 1? Masih adakah orang jujur? Kejujuran adalah suatu praktek dhamma. Di theravada ada 10 paramita. Siapapun yang ingin jadi Buddha harus sempurnakan 10 itu. Salah satunya adalah sacca (kejujuran).

Orang yang jujur hidupnya pasti tenang. Kalau orang yang banyak bohong pasti tidak tenang karena dihantui oleh kesalahan yang dilakukan.

1 saja ini dilakukan, ini pasti akan membuat hidup bahagia walaupun tidak memakai jubah (menjadi bhikkhu). Satu ini dilatih secara konsisten. Dan jika dilakukan maka dunia ini akan aman. Jika semua orang di dunia ini jujur, menurut sang Buddha, maka usia manusia akan bertambah.

Pada suatu sutta, dijelaskan usia manusia pernah 80ribu tahun, lalu berkurang menjadi 40ribu tahun karena banyak pembunuhan. Lalu menjadi 20ribu karena banyak kebohongan. Usia manusia kemudian menjadi turun dan terus turun.

Karena suka berbohong, ada ketakutan. Maka ada tekanan batin sehingga mudah sakit, pikiran sakit, dan banyak sekali penderitaan yang kita alami. Maka benar seperti kata sang Buddha, jika jujur maka usia akan bertambah. Dengan praktek jujur kita akan merasa bahagia.

Suami istri atau orang berpacaran, jika mau awet harus jujur. Jika tidak jujur, ada yang disembunyikan maka tinggal tunggu bom waktu maka akan hancur.

Pandangan ekonomi Buddhis, ketika kita berjualan mencari untung sebesar-besarnya maka itu menimbulkan keserakahan. Dan keserakahan akan menimbulkan ketidaktenangan.

Pada suatu saat sang Buddha pernah terlahir sebagai pedagang. Saat itu ada pesaingnya yang juga seorang pedagang. Buddha berjualan kendi. Pada suatu ketika, karena Buddha melatih kejujuran, ada seorang nenek punya guci emas mau dijual. Nenek itu jual pada pedagang ke-2. Pedagang itu tahu bahwa harga guci nenek itu mahal, maka ia katakan guci itu tak berharga. Maka nenek itu tak jadi jual padanya. Nenek pindah ke toko lain. Pedagang ke-2 karena serakah ingin memiliki guci. Nenek jual ke Buddha. Buddha jujur, Ia bilang ditukar dengan tokonya pun takkan terbayar. Nenek bilang tak apa-apa yang penting ada beras untuk makan. Akhirnya guci diberikan pada Buddha. Pedagang ke-2 tidak senang, ia jadi dendam. Karena dendam menumpuk ia mati dengan muntah darah dan tercipta pikiran kebencian sampai kelahiran berikutnya menjadi musuh Buddha, yang selalu ingin merusak kehidupan Beliau.

Dari kisah tersebut disimpulkan bahwa kejujuran membawa manfaat, membawa berkah.

Coba dengarkan suara hati. Jika mendengar itu, maka pikiran dan perbuatan akan baik, berjalan di jalur kejujuran. Karena pikiran mudah menciptakan keserakahan, dengan mendengarkan suara hati maka tidak serakah lagi. Ini adalah metode untuk melatih kejujuran.

Manfaat kejujuran:
Tenang, tidak ada rasa bersalah, percaya diri dan hidup lebih hepi.

Suara hati adalah apa adanya, dan itulah kebenaran, dan itulah kejujuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar