Rabu, 27 Oktober 2010

Anak Burung Puyuh yang Tak Dapat Terbang



Dahulu kala, Bodhisattva terlahir sebagai seekor anak burung puyuh. Saat ia masih kecil, induknya berupaya keras membawa makanan ke sarang, dan memberi makan dengan paruh mereka.

Setiap tahun, bila musim kemarau tiba, tanpa diduga terjadi kebakaran hutan di beberapa bagian dunia. Kisah ini dimulai dari api yang mulai meletup menyala di ilalang yang kering, dan begitu nampak asap mengepul, semua burung terbang menjauh. Namun ada sekor induk anak burung puyuh yang tetap bersikukuh tinggal menemani anaknya, meski api mulai membesar.

"Oh anakku, bagaimana nasib kita ini? Sebentar lagi api akan membakar sarang kita dan akhirnya akan melahap kita juga," keluh si induk burung. Si anak burung puyuh hanya bisa menciap-ciap melihat kegelisaham induknya. Bagaimanapun, demi penyelamatan nyawa mereka sendiri seharusnya mereka sudah terbang ketika api mulai mendekati sarang mereka.

Semua pohon besar dan kecil, terbakar meletup-letup dengan hebatnya, apalagi dibarengi dengan angin kencang. Anak burung ini melihat semua isi hutan telah hangus terbakar oleh api yang sangat dahsyat tak terkendalikan. Saat itu ia merasa tidak berdaya menyelamatkan dirinya sendiri.

"Oh ibu, aku tahu engkau sungguh menyayangiku, namun engkau tidak dapat membawaku terbang bersamamu, cepat tinggalkan aku sendirian," pinta si anak burung puyuh.
"Tidak anakku, engkau adalah belahan jiwaku," jawab si induk burung puyuh.
"Cepat tinggalkan aku, ibu. Aku percaya akan cintamu pada anakmu ini, namun engkau harus mengerti bahwa tubuhmu yang kecil tidak kuat membawaku terbang. Cepatlah pergi, huk..huk..huk.. api sudah menjalar ke pohon ini," kata si anak burung puyuh itu terbatuk-batuk karena asap tebal dan pengap itu.
Akhirnya dengan terpaksa si induk burung terbang menjauh dengan berat hati. Berkali-kali ia menengok ke belakang, dan air matanya menetes tanpa tertahankan, hatinya pilu melihat anaknya tak berdaya melawan maut yang segera akan merenggut jiwanya.

Seketika si anak burung teringat betapa besar cinta induknya.
"Mereka telah membuatkan sarang untukku dengan penuh cinta, setiap hari mereka memberiku makan tanpa mempedulikan diri mereka yang juga lapar. Ketika api mulai menjalar, mereka tetap tinggal bersamaku hingga saat-saat terakhir. Padahal semua burung yang dapat terbang telah pergi menjauh terlebih dahulu."

"Begitu besar cinta kasih indukku, mereka tetap bersamaku dengan mengambil resiko atas nyawa mereka. Mereka tidak dapat menyelamatkanku, karena mereka tidak dapat membawaku terbang, dan terpaksa meninggalkanku sendiri tanpa daya. Dari lubuk hati yang terdalam, aku berterima kasih atas cintanya yang begitu besar kepadaku tanpa peduli di mana mereka berada. Aku berharap mereka akan selamat, baik dan bahagia," demikian anak burung puyuh merenungi kebajikan induknya.

"Sekarang aku sendiri. Tiada yang dapat aku mintakan pertolongan. Aku mempunyai sayap, tetapi aku belum dapat terbang. Aku mempunyai kaki, tetapi belum dapat berlari. Namun aku masih dapat berpikir. Aku dapat menggunakan pikiranku - suatu pikiranyang tetap murni. Satu-satunya makhluk hidup yang aku tahu dalam hidupku yang singkat adalah indukku, dan pikiranku telah dipenuhi dengan cinta kasih terhadap mereka. Sebagaimana aku belum pernah melakukan suatu kebajikan terhadap yang lain, aku memenuhinya dengan kesucian dan keadaan tidak bersalah dari makhluk yang baru lahir."

Tiba-tiba, suatu keajaiban yang luar biasa terjadi. Kesucian dan keadaan yang tidak bersalah tumbuh dan berkembang hingga anak burung itu menjadi lebih besar dari sebelumnya. Pengetahuan kebenaran menyebar melebihi satu periode kehidupan, dan semuanya tiba-tiba, anak burung puyuh mengetahui banyak tentang kelahiran-kelahiran sebelumnya. Dalam kelahiran sebelumnya, ia mengenal Buddha, yang maha sempurna dalam Kebenaran - seseorang yang memiliki kekuatan dari Kebenaran, kemurnian dari kebajikan, dan tujuan welas asih (karuna).

"Semoga keadaan tanpa bersalah dari makhluk yang sangat muda ini dapat bersatu dengan kemurnian kebajikan masa lampau dan kekuatan Kebenaran. Semoga semua burung dan makhluk hidup lainnya, yang masih terperangkap oleh api ini, bisa selamat. Dan semoga tempat ini selamat dari api selama sejuta tahun!" doa si anak burung puyuh kecil ini dengan penuh welas asih.

Ajaib sekali, semua renungan dan doa si anak burung puyuh seolah terdengar oleh para Dewa. Tak terkecuali Raja Sakka menggerakkan kumpulan awan di langit dan suatu mujizat terjadi. Pikiran yang murni, tumpukan kebajikan masa lampau si anak burung puyuh dan welas asihnya mengalahkan api yang membakar hutan itu. Tiba-tiba, hujan deras turun membasahi hutan tersebut dan memadamkan api yang begitu dahsyat dan telah memporak-porandakan semua isi hutan.

Anak burung puyuh itu beserta hewan-hewan lemah yang tersisa akhirnya selamat, berkat keyakinan kuat si anak burung puyuh kepada Buddha. Demikian seterusnya hutan tersebut tidak pernah terjamah lagi oleh api sampai sejuta tahun kemudian.

Demikianlah kisah itu terjadi.




Pesan moral dalam cerita ini adalah:

"Kebenaran, kebajikan dan welas asih
orang
yang menjalankan ajaran Buddha
dapat menyelamatkan dunia."





Sumber:
Anak Burung Puyuh yang Tak Dapat Terbang
Penerbit Dian Dharma

Senin, 25 Oktober 2010

Kekhawatiran

Khawatir mencari dan khawatir kehilangan hanya membuat orang tidak bahagia.

~ Master Cheng Yen

Senin, 18 Oktober 2010

Niat Buruk

Saya tidak tahu mengapa orang-orang benar-benar dipusingkan oleh niat buruk, karena apa sih yang niat buruk pernah lakukan untuk Anda. Jika seseorang menjengkelkan Anda, mengatakan sesuatu yang tidak Anda sukai, melakukan sesuatu yang tidak Anda setujui, mengapa Anda membolehkan hal itu membuat hari Anda buruk? Anda tidak harus mengizinkan mereka merusak kebahagiaan Anda. Bahkan jika itu adalah niat buruk terhadap orang lain, apa yang sebenarnya dapat diraih dengan memiliki niat buruk terhadap orang lain? Berusaha untuk balas dendam, mereka menyakitiku makanya aku balas menyakiti mereka. Anda membuat rencana di mana-mana, atau Anda membuat gelombang untuk membuat mereka jengkel atau menjatuhkan mereka. Begitu banyak lontaran kata, terutama dalam pertengkaran, semata-mata berusaha membuat hari buruk bagi orang lain. Niat buruk itu benar-benar tidak membantu siapa pun. Jika kita melakukan sesuatu yang salah, jika mereka benar-benar melanggar sila mereka, atau melakukan sesuatu yang tidak pantas, itu masalah mereka, itu masalah karma, karma akan mengurus segalanya, Anda tidak harus memiliki niat buruk terhadap mereka.

~ Ajahn Brahm
Buku: Hidup Senang Mati Tenang.

Kamis, 14 Oktober 2010

Kerendahan Hati

Sebuah kehidupan yang dijalani dengan kebijaksanaan harus memiliki kerendahan hati yang tulus.
Dengan kebijaksanaan, kita dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang jahat dan yang bajik.
Dengan kerendahan hati, kita dapat menciptakan kehidupan yang indah dan memuaskan.

~ Master Cheng Yen

Minggu, 10 Oktober 2010

5 Mantra

Day of Mindfulness
by: Plumvillage Monastic

5 mantra:

1. I know you're there and I feel happy.

2. I'm here for you.

3. I see you suffering

4. I'm suffering and I want you to know

5. This is a happy moment

Jumat, 08 Oktober 2010

Menjadi Bijaksana

Kita tumbuh lebih bijak dengan setiap pengalaman.
Kebijaksanaan ditandai dengan interaksi antara pengalaman dan orang. Jadi, jika kita lari dari kenyataan dan bersembunyi dari orang-orang dan kejadian-kejadian, kita akan sulit mengembangkan kebijaksanaan.

~ Master Cheng Yen

Lepaslah!

Anda akan menyadari bahwa semakin Anda mengendalikan, semakin Anda bernafsu karena kemelekatan-kemelekatan, semakin berkuranglah kedamaian yang Anda peroleh. Tetapi semakin Anda melepas, semakin Anda menanggalkan, semakin Anda menyingkir, semakin bahagia yang Anda rasakan.

Ketika Anda melepas dalam meditasi, melepas kehendak, melepas kendali, ketika Anda berhenti bicara dalam hati, Anda memperoleh keheningan sejati.
Berapa banyak dari Anda yang merasa jenuh dengan keributan yang berkecamuk di dalam kepala Anda sepanjang waktu? Berapa banyak dari Anda yang kadang sulit tidur pada malam hari tatkala tidak ada suara berisik dari tetangga, tetapi ada suara yang bahkan lebih bingar lagi di antara kedua telinga Anda. Yak. Yak. Yak. Cemas. Cemas. Cemas. Berpikir. Berpikir. Berpikir! Inilah masalah umat manusia, ketika tiba waktu untuk berpikir, mereka tak mampu berpikir dengan jernih, dan ketika tiba waktunya untuk berhenti berpikir, mereka tak mampu berada dalam damai.

~ Ajahn Brahm
Dari buku: Hidup Senang Mati Tenang

E G O

Mengapa orang-orang cemas terhadap kata-kata buruk yang dilontarkan? Hanya karena ego. Mereka menganggap sesuatu sebagai diri mereka. Bayangkanlah semua momen yang bebas dari semua hal tersebut. Seperti apa jadinya, tidak ada rasa takut, tidak ada hasrat, tidak perlu beringsut dari momen ini - dengan kata lain tidak ada sesuatu yang hilang, dan tidak ada sesuatu lagi yang perlu dilakukan, tidak perlu ke mana-mana karena Anda sepenuhnya bahagia di sini tak peduli apa pun yang terjadi! Inilah yang kita maksudkan sebagai Pencerahan.

~ Ajahn Brahm
Dari buku: Hidup Senang Mati Tenang