Jumat, 29 Januari 2010

Enjoying Work

If the mountain won't move, build a road arround it.
If the road won't turn, change your path.
If you are unable to even change your path,
just transform your mind.

Master Cheng Yen

Minggu, 17 Januari 2010

Engkau Akan Segera Meninggal


Pada waktu itu, Sang Buddha sedang bersemayam di Vihara Jetavana, Savatthi.
Ketika itu lewatlah seorang pedagang kaya raya bernama Mahadhana. Ia membawa lima ratus kereta yang dipenuhi berbagai macam bahan baju yang indah-indah, yang dicelup dengan wewangian. Ia berangkat dari Benares untuk berdagang, menjual barang dagangannya itu ke Savatthi.

Ketika ia sampai di tepi sungai besar di dekat Savatthi, karena lelah, ia lalu memutuskan: “Besok sajalah saya menyeberangi sungai ini, karena saya amat lelah.” Ia lalu menempatkan kereta-keretanya di tepi sungai dan bermalam di sana. Ternyata pada malam itu turun hujan lebat, kilat menyambar-nyambar dengan dahsyatnya. Selama tujuh hari, hujan turun amat lebatnya, sehingga air sungai meluap, dan selama tujuh hari itu pula penduduk di sekitar tempat tersebut tidak dapat bekerja, hanya berdiam di dalam rumah saja. Akibatnya, Mahadhana si pedagang itu kehilangan kesempatan untuk menjual barang dagangannya.

Ia berpikir: “Saya datang dari tempat yang jauh, kalau saya pulang kembali saya akan rugi besar, kalau begitu biar sajalah saya tetap di sini selama musim hujan, musim gugur dan musim panas, sampai barang dagangan saya habis terjual.”

Sang Guru Agung ketika itu sedang menerima dana dari umatnya dan merjalan melewati kota. Beliau tersenyum karena mengetahui tekad si pedagang.
Bhikkhu Ananda yang mengiringNya bertanya: “Mengapa Yang Mulia tersenyum?”
Sang Buddha lalu berkata: “Ananda, apakah engkau melihat pedagang yang kaya raya itu?”
“Ya, saya melihatnya, Yang Mulia.”
“Ia tidak menyadari bahwa kehidupannya hampir berakhir, padahal ia mengambil keputusan untuk tinggal di sana sepanjang tahun ini, untuk menjual barang dagangannya.”
“Tetapi Yang Mulia, apakah benar hidupnya akan segera berakhir?”
“Ya, Ananda, ia hidup tinggal tujuh hari lagi, kemudian ia akan mati dimakan seekor ikan besar.”

Kemudian Sang Buddha mengucapkan syair:

“Berbuatlah untuk dirimu sendiri, dan apa yang dapat dilakukan pada hari ini.
Siapa yang mengetahui bahwa pada esok hari kematian akan datang?
Kita tidak dapat melawan kematian dan bukanlah pemilik kematian.”

“Kebahagiaan adalah orang-orang yang hidup bersemangat pada siang dan malam hari, tidak khawatir meskipun ia hidup hanya satu malam.
Ia aman, tenang dan bijaksana.”

“Yang Mulia, saya akan pergi menemuinya dan mengatakan hal ini kepadanya.”
“Pergilah Ananda.”

Bhikkhu Ananda segera pergi mengunjungi Mahadhana. Pedagang kaya raya itu menyambut Bhikkhu Ananda dengan penuh hormat. Ia lalu mempersembahkan dana makanan dan lainnya.

Setelah itu Bhikkhu Ananda bertanya: “Berapa lamakah Anda berniat tinggal di sini?”
“Yang Mulia, saya datang dari tempat yang jauh, kalau sekarang saya kembali, saya akan menderita kerugian besar, jadi lebih baik saya tetap tinggal di sini sepanjang tahun, setelah saya berhasil menjual barang dagangan ini, saya akan segera pulang.”
“Saudara, apabila seseorang mengetahui kehidupannya akan segera berakhir, tentu saja amat sulit bagi orang itu untuk menerima kenyataan ini, tetapi bagaimanapun juga hal ini harus kita perhatikan.”
“Mengapa, Yang Mulia, apakah hidup saya hampir berakhir?”
“Ya, Saudara, kamu hanya akan hidup tujuh hari lagi, kamu akan segera meninggal.”

Mahadhana yang mendengar berita itu amat kaget, gelisah, bingung, dan juga sedih. Setelah ia berhasil mengatasi segala kekacauan perasaannya, ia lalu mengundang Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha untuk menerima dana yang dipersembahkannya.

Selama tujuh hari berturut-turut, Sang Buddha menerima undangannya. Pada hari ketujuh, Sang Buddha mengambil mangkuk dan jubahnya, lalu mengucapkan terima kasih dengan berkata:
“Anakku, seseorang yang bijaksana tidak akan pernah membiarkan dirinya berpikir, ‘Di sinilah saya akan tinggal selama musim hujan, musim gugur dan musim panas. Saya akan melakukan pekerjaan ini dan saya akan melakukan pekerjaan itu.’ Lebih baik seseorang bermeditasi pada akhir kehidupannya.”

Sambil berkata demikian, Sang Buddha mengucapkan syair:

“Di sini aku berdiam selama musim hujan, di sini aku berdiam selama musim gugur dan musim panas, demikianlah pikiran orang bodoh yang tidak menyadar bahaya (kematian).”

(Dhammapada, Magga Vagga: 14)

Ketika Sang Buddha mengakhiri ucapannya, pedagang itu memperoleh Tingkat Kesucian; demikian pula orang-orang yang hadir di sana memperoleh manfaat yang besar bagi diri mereka masing-masing setelah mendengarkan Dhamma yang diajarkan Sang Buddha sendiri.

Pedagang itu mengantarkan Sang Buddha pergi. Setelah itu ia kembali ke tempatnya.
“Oh, kepalaku ini sakit, pasti ada yang kurang beres,” katanya.
Ia berbaring di tempat tidurnya. Tidak lama kemudian, ia meninggal dunia. Tetapi karena perbuatan baik yang amat besar telah dilakukannya di akhir kehidupannya, ia terlahir kembali di Alam Surga Tusita.

Sabtu, 16 Januari 2010

Kemarahan

Kemarahan adalah hukuman untuk diri sendiri atas kesalahan orang lain.

~Master Cheng Yen

Cinta Sejati

Masalah dalam percintaan dimulai saat buyarnya fantasi. Kekecewaan bisa sangat menyakiti kita. Pada cinta asmara, kita tidak benar-benar mencintai pasangan kita. Kita hanya mencintai cara mereka membuat kita tersentuh. Yang kita cintai adalah 'sengatan' yang kita rasakan dalam kehadiran mereka. Itulah sebabnya, ketika mereka tak ada, kita merindukannya. Seperti 'sengatan' lainnya, tak berapa lama ini pun akan berlalu.

Banyak dari kita berpikir bahwa hubungan istimewa kita adalah cinta sejati, bukan cinta asmara. Berikut ini adalah sebuah tes untuk menilai cinta Anda termasuk jenis yang mana.

Pikirkan pasangan Anda. Bayangkan wajahnya di benak Anda. Kenanglah hari Anda bertemu dengannya dan saat-saat indah bersamanya. Sekarang bayangkan Anda menerima sepucuk surat dari pasangan Anda. Surat itu memberitahukan Anda bahwa si dia telah jatuh hati kepada sahabat Anda, dan mereka telah pergi untuk hidup bersama. Bagaimana perasaan Anda?

Jika cinta Anda adalah cinta sejati, Anda akan begitu tergetar bahwa pasangan Anda telah menemukan orang yang lebih baik dari diri Anda dan dia bahkan sekarang lebih berbahagia. Anda akan merasa gembira karena pasangan dan sahabat Anda dapat berbagi hidup bersama-sama. Anda akan sangat gembira karena mereka saling mencintai. Bukankah kebahagiaan pasangan Anda adalah hal yang terpenting dalam cinta sejati Anda? Cinta sejati itu langka.

Cinta sejati adalah cinta yang tak mementingkan diri sendiri. Kita hanya peduli kepada orang lain. Kita berkata kepada mereka, "Pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan." dan kita bersungguh-sungguh dengan perkataan itu. Kita hanya ingin mereka bahagia.
Cinta sejati itu langka.

Dari buku: Membuka Pintu Hati atau Cacing dan 108 Kotoran Kesayangannya.
Pengarang: Bhante Ajahn Brahm.

Rabu, 13 Januari 2010

Jadilah Bijak

Saat ini orang tidak mencari kebenaran. Orang belajar secara singkat agar dapat memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan untuk hidup, memelihara keluarga dan menjaga diri mereka sendiri, itu saja. Bagi mereka, menjadi pandai adalah lebih penting daripada menjadi bijaksana.

Bhante Ajahn Chah: Buku Hidup Sesuai Dharma.

Jumat, 01 Januari 2010

Hari Metta

Hari raya Metta dirayakan pada bulan Januari, dan hari raya ini jatuh tepat pada tanggal 1 Januari. Hari raya Metta ini tidak ada hubungan dengan kehidupan Sang Buddha Gotama.

Hari raya Metta ini baru ditetapkan pada tahun 1970 oleh World of Buddhist Council di Hongkong. Peristiwa ini terjadi sehubungan dengan peresmian sebuah rumah sakit Buddhis di Hongkong yang dihadiri oleh umat Buddha dari seluruh dunia pada tanggal 1 Januari 1970. Dalam kesempatan ini Perhimpunan Sangha Sedunia menyatakan bahwa: Rumah sakit yang bersifat sosial merupakan perwujudan cinta kasih yang nyata.

Maka seyogianya di dalam memperingati hari Metta, pikiran kita penuh dengan perbuatan-perbuatan kemanusiaan dan secara khusus melaksanakan Metta Bhavana. Pada hari raya Metta sebaiknya umat Buddha melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat cinta kasih, misalnya:
  • Tidak melakukan kekerasan, penganiayaan atau pembunuhan, berpantang makan daging.
  • Melakukan kebaktian cinta kasih untuk semua makhluk hidup terutama yang membutuhkan kasih sayang.
  • Memberikan berbagai jenis dana untuk fakir miskin, panti asuhan, baik berupa uang atau kebutuhan lainnya.
  • Membebaskan binatang-binatang kembali ke alam bebas.

Umat Buddha di dalam melaksanakan cinta kasih tidak hanya terbatas pada manusia saja, tetapi kepada semua makhluk. Metta di dalam agama Buddha sama sekali bukan cuma perasaan persaudaraan keagamaan (teman seagama), sebatas saudara kandung. Jika cinta kasih atas dasar pandangan agama, orang-orang dari kepercayaan yang berbeda itu tidak dapat memenuhi mimbar persaudaraan sejati, maka sungguh patut disayangkan bahwa ajaran-ajaran dari para guru dunia yang mulia itu sia-sia belaka. Demikian juga dengan cinta kasih yang tidak hanya sebatas saudara kandung yang dilaksanakan oleh Sang Buddha, yang bekerja demi kesejahteraan serta kebahagiaan semua makhluk, baik itu yang mencintainya maupun yang memusuhinya atau bahkan yang ingin membunuhnya, baik itu kepada orang jahat, kepada orang baik, Sang Buddha memancarkan kasih sayang dalam kadar yang sama.

Sang Buddha menganjurkan kepada para siswanya untuk melatih metta dengan teliti, sehingga mereka dilarang menggali tanah, karena dapat mengakibatkan kematian binatang-binatang yang berada di dalam tanah.

Tingkatan metta yang dianjurkan bagi para bhikkhu untuk dicapai mereka dapat dimengerti bila meninjau sabda Sang Buddha: "Jika perampok-perampok kejam memotong anggota badanmu satu-persatu dengan gergaji, dan bila saat itu engkau mengisi hatimu dengan kebencian terhadap mereka, maka sesungguhnya engkau bukanlah pengikutku." Sang Buddha bersabda: "Kita hidup bahagia jika kita tidak membenci seorang pun di tengah-tengah mereka yang membenci." (Dhammapada, Sukha Vagga I: 197).

Dengan uraian di atas jelaslah bahwa masalah cinta kasih dalam agama Buddha sangatlah dalam maknanya. Sekarang tinggal diri kita untuk melatih metta yang telah ada. Dimulai dari diri sendiri, kita berusaha mengembangkan cinta kasih sedikit demi sedikit kepada semua makhluk, tanpa memandang kepercayaan, bangsa, ras, atau kelamin, termasuk kepada binatang.

Orang yang mengembangkan metta tidak akan lagi dipengaruhi oleh perasaan-perasaan keakuan. Ia telah melandasi dirinya dengan beton bertulang: ia tidak lagi dipengaruhi oleh kasta, kelamin, kebangsaan, kesukuan, keyakinan agama dan lain sebagainya; ia dapat menganggap seluruh dunia ini sebagai tanah airnya, dan dengan memandang demikian semua makhluk adalah saudara dalam samudra kehidupan.

Manfaat mengembangkang Metta:
  • Orang yang penuh metta dapat tidur dengan tenang dan bahagia. Apabila seseorang tidur dengan hati terang dan bebas dari perasaan benci, tentu ia dapat tidur dengan seketika. Hal ini dapat dibuktikan secara nyata oleh orang yang perasaannya penuh dengan metta. Karena ia pergi tidur dengan rasa metta, maka ia akan terjaga dengan perasaan metta.
  • Orang yang bajik dan penuh welas-asih akan bangun dari tidurnya dengan wajah berseri-seri.
  • Di dalam tidurnya, orang yang perasaannya penuh metta tidak diganggu oleh impian-impian yang buruk. Karena pada waktu jaganya ia penuh dengan metta, maka ia akan merasa aman juga di dalam tidurnya. Ia akan tidur dengan nyenyak, dan kalaupun ia bermimpi, maka impiannya selalu baik-baik saja.
  • Ia akan disegani orang lain. Karena ia mencintai orang lain, maka ia pun dicintai oleh orang lain. Orang yang melatih metta akan dicintai oleh makhluk-makhluk yang bukan hanya manusia.
  • Orang yang penuh dengan metta akan cepat untuk memusatkan pikiran. Karena pikirannya tidak terganggu oleh getaran-getaran permusuhan maka pemusatan pikiran dapat dicapai dengan mudah.
  • Dengan batin yang tenang, ia akan hidup dalam sorga ciptaannya sendiri. Bahkan orang yang bergaul dengan dirinya juga akan merasakan berkah itu.
  • Metta mempunyai pengaruh untuk menambah keindahan wajah seseorang. Raut wajah pada umumnya merupakan pantulan dari keadaan pikiran.
  • Orang yang batinnya penuh dengan metdta akan meninggal dengan tenang bagaikan kapal yang berlabuh di teluk yang teduh: tidak ada pikiran benci yang akan mengganggu dirinya. Bahkan setelah meninggal mukanya kelihatan berseri-seri, membayangkan ketenangan kematiannya.
  • Bilamana orang yang penuh dengan metta meninggal, maka ia akan meninggal dengan tenang dan bahagia, dan ia kan tumimbal lahir di alam-alam luhur dan bahagia.


Disadur dari: Diktat Kuliah Agama, ditulis oleh Bhikkhu Sumananyano.