Selasa, 24 Mei 2011

Gara-gara Lubang di Jubah

Ada kisah mengenai biksuni yang tinggal di Sri Lanka. Ia adalah biarawati yang sangat bajik, tinggal di gua, sangat sederhana, dan tiap pagi pergi menerima derma makanan. Ia nyaris tak punya apa-apa.

Suatu hari, ia bangun pagi dan melihat seekor tikus telah menggigit dan melubangi jubahnya. Maka ia berpikir, "Aku akan meminta kain rombeng dan benang untuk menambal lubang ini." Jadi, ketika ia menerima derma makanan, ia meminta kepada seorang penyantunnya, "Bolehkah saya meminta secarik kain rombeng dan benang untuk menambal lubang di jubah saya? Tikus menggigitnya hingga berlubang."

Ia menambal lubang itu, namun tikus terus dan terus melubangi jubahnya. Maka biksuni ini berpikir, "Buang-buang waktu saja selalu meminta benang dan kain rombeng untuk menambal jubahku. Aku tahu apa yang benar-benar kubutuhkan: kucing! Kucing bisa mengusir semua tikus itu. Kucing tidak akan memakan tikus, yah.. kadang makan juga sih, tapi itu kan salah mereka."

Jadi, kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu pendukungnya, "Bolehkah saya meminta seekor kucing?" Tentu saja selalu ada beberapa kucing ekstra di desa, jadi mereka memberinya seekor kucing.

Kini ia memiliki seekor anak kucing di guanya. Tentu saja anak kucing tidak bisa makan makanan manusia. Jadi kucing itu makin lama makin kurus, hingga biksuni itu membatin, "Aku akan meminta susu untuk kucing itu."

Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta susu kepada salah satu pendukungnya. Kucing itu senang saat mendapat susu, namun dia menginginkannya semangkuk sehari. Jadi biksuni ini berpikir, "Jika aku punya sapi... aku tak perlu lagi meminta susu."

Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu pendukungnya, "Bolehkah saya meminta seekor sapi?" Para pendukungnya sangat setia dan mereka memberinya seekor sapi. Jadi ia bisa memerah susu sapi, memberikan susu itu kepada kucing, dan kucing itu mengusir tikus. Ia tidak perlu menambal jubahnya terus-terusan.

Tapi Anda pun tahu bahwa sapi pun harus makan. Jadi setiap kali ia menerima derma makanan, ia meminta segulung jerami atau rumput dari pendukungnya, dan rumput itu sangat berat untuk dipanggul pulang dan pergi. Jadi, setelah beberapa waktu ia berpikir, "Alih-alih meminta rumput setiap hari, aku sebaiknya meminta ladang."

Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu pendukungnya, "Jika kalian tidak keberatan, bisakah saya meminta sebidang ladang?" Para pendukungnya begitu dermawan dan berpikir bahwa itu adalah karma baik, mereka memberikannya sepetak ladang.

Biksuni malang ini kini punya ladang, namun ia harus merumput, menabur benih rumput, memotongnya lagi, memanggul rumput, kembali untuk memberi makan sapi, memerah susu, memberi makan kucing dan seterusnya.

Ia berpikir, "Apa yang benar-benar kuperlukan adalah seorang bocah, supaya ia yang mengurus sapi, dan barulah aku bisa meditasi." Jadi kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu pendukungnya seorang anak laki-laki, dan para pendukungnya berkata, "Kami punya anak laki-laki. Mungkin ia bisa belajar banyak dari Anda."

Jadi, ia punya anak laki-laki dan tentu saja anak itu sangat nakal dan perlu diajari banyak hal. Anak itu juga tidak bisa tinggal dalam gua, apalagi bersama seorang biksuni! Ia pun harus membangun gubuk terpisah untuk bocah itu.

Jadi, kali berikutnya ia menerima derma makanan, ia meminta kepada salah satu pendukungnya, "Saya butuh papan, kayu, dan bahan bangunan untuk membangun gubuk untuk anak laki-laki asuhan saya."

-------------------

Semuanya bermula dari lubang di jubah.... Ini adalah kisah bagus yang senantiasa saya camkam dalam batin, mengenai betapa banyaknya hal yang benar-benar kita butuhkan, dan kita bisa lihat. Biksuni ini mulai dari lubang di jubah, dan kini ia sudah memiliki seluruh desa dan ladangnya!

Kita pun bisa melihat setiap langkah dari perjalanan kita, dan kita membenarkan keinginan kita, kemauan kita. Hingga kadang pada akhir hayat, kita bisa melihat wisma besar dan mobil mewah kita, semua harta benda kita yang berawal seperti lubang di jubah biksuni malang itu. Jadi, apa yang benar-benar kita inginkan? Semakin banyak yang kita inginkan, semakin banyak konflik yang kita tuai.




Sumber:
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2
by: Ajahn Brahm

Selasa, 10 Mei 2011

Mencari Yang Sempurna

Seorang pemuda yang hidup di Perth telah sampai usia saat ia merasa harus mencari pasangan hidup. Jadi ia mencari-cari gadis yang sempurna di seluruh negeri untuk dinikahi. Setelah berhari-hari, berminggu-minggu mencari, ia bertemu dengan gadis yang sangat cantik - jenis gadis yang bisa menghiasi sampul majalah perempuan bahkan tanpa make-up atau kosmetik!

Namun, meski dia kelihatan sempurna, pemuda itu tak bisa menikahinya. Sebab... gadis itu tidak bisa masak! Jadi pemuda itu pun pergi. Gadis ini tak cukup sempurna baginya.

Lalu ia mencari lagi, selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan akhirnya ia menemukan gadis yang bahkan lebih cantik lagi, dan kali ini masakan gadis itu luar biasa lezat - lebih baik dari yang bisa Anda dapatkan di restoran terbaik Australia, bahkan lebih baik dari yang bisa Anda dapatkan dari restoran keluarga. Gadis ini bahkan menjalankan usaha restorannya sendiri!

Namun pemuda ini tak bisa menikahinya pula. Sebab... kekurangan gadis itu adalah... dia bodoh. Dia tidak bisa menjalin percakapan sama sekali, sama sekali tidak cerdas. Dia belum menamatkan pendidikan, segala yang ia tahu cuma memasak! Jadi pemuda itu pun pergi. Gadis ini tak cukup sempurna baginya.

Maka ia mencari selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, hingga ia akhirnya menemukan gadis yang satu ini! Ia begitu cantik, masakannya melebihi restoran bintang lima, bahkan ia punya tiga restoran sendiri: ala Thai, ala Jepang, dan ala Itali. Dan ia begitu cerdas, ia punya dua gelar doktor, pengetahuannya begitu luas, bisa menjalin percakapan begitu hebat, begitu baik, dan begitu welas asih. Ia sempurna!

Tapi, pemuda kita ini tak bisa menikahinya. Sebab... gadis itu mencari pria yang sempurna!



Sumber:
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2
by: Ajahn Brahm


-------------
Komentar saya:
Tidak ada manusia yang sempurna!

Jumat, 06 Mei 2011

Bagaimana Agar Bahagia?

Mencari kesehatan, berkat yang paling melimpah; ikutilah kebajikan.
Dengarkan orang-orang; bacalah buku-buku yang baik.
Jadilah orang jujur; patahkan mata rantai kepedihan.
Ini adalah enam jalan kemuliaan yang menuju kepada kebaikan yang paling sempurna.

~ Jataka 84


Apa yang akan dilakukan Buddha agar berbahagia?
Ini adalah pertanyaan yang sanat umum dan juga sebuah jawaban yang sangat umum. Hal tersebut bagus karena pada konteks di sini, umum berarti berkekuatan dan inklusif. Perkataan Buddha mungkin yang paling sederhana. Meskipun demikian, memuat nasihat yang paling praktis untuk dilakukan semua pengikut Buddha.

Pertama, jagalah kesehatan Anda; dengan badan sehat kita mempunyai kekuatan untuk menjalankan lima jalan kemuliaan yang lain. Kemudian, berbuat kebajikan - bukan kesempurnaan, bukan kesepakatan moralitas, bukan mengejar kesenangan belaka; tetapi kejarlah kebajikan. Belajarlah baik dari orang-orang, buku, internet, dan dari mana saja. Bicaralah jujur; hal yang sederhana. Akhirnya, bebaskan diri Anda dari rantai prasangka, menguasai, mengeluh, dan sesuatu yang paling Anda sukai. Jika Anda melaksanakan hal ini, Anda berjalan menuju kebahagiaan yang sejati, baik bagi diri Anda sendiri maupun makhluk hidup yang lain. (Anda tidak menyadari bahwa apa yang diungkapkan Buddha merupakan kebajikan terbesar milik Anda sendiri, kan?)Syukurlah, kebajikan ini ada di mana-mana.


Sumber: What would Buddha do?

Kamis, 05 Mei 2011

Perlukah Berdebat?

[Pidato yang benar] dipidatokan dengan benar, tidak salah kata;
masuk akal, bukan tidak masuk akal;
menyenangkan, bukan tidak menyenangkan;
benar, bukannya tidak benar.

~ Sutta Nipata 449

Kita perlu berbicara. Kadang-kadang kita bahkan melakukannya dengan bijaksana dan baik, tetapi kita biasanya melakukannya dalam cengkeraman kemarahan, frustrasi atau ketidakpedulian. Saya tidak dapat mengatakan kepada Anda berapa kali saya merasa terdorong untuk marah karena komentar-komentar yang ditujukan pada istri saya, menyadari betapa bodohnya saya melakukan hal tersebut, hanya untuk kesenangan diri. Kita melakukan hal seperti itu.

Buddha menganjurkan cara lain. Bhikkhu tidak pernah ikut serta dalam pembicaraan yang bersifat merusak; bagi mereka ini adalah peraturan yang harus ditaati. Bagi kita, hal ini merupakan ajaran untuk diikuti, tetapi memang hal ini baik. Pikirkan kembali hidup Anda dan hitunglah apakah dengan cara kebohongan dan penghinaan Anda telah mengubah seseorang atau sesuatu menjadi lebih baik? Saya pribadi tidak pernah menemukan hal yang demikian, tetapi saya telah mengubah orang dan benda menjadi lebih baik dengan mengikuti nasihat Buddha, bahkan dalam suatu pertengkaran sengit. Kadangkala ketika istri saya dan saya dapat menguasai lidah kami sehingga pembicaraan menjadi lebih menyenangkan, pertengkaran berubah menjadi sukacita.



Sumber: What Would Buddha Do?
By: Franz Metcalf.
Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer

Rabu, 04 Mei 2011

Benar atau Salah?

Sesuatu dapat terlihat buruk, tetapi dapat juga terlihat baik.
Sama sepertinya, sesuatu yang buruk tidaklah terlihat buruk.
Tindakan yang benar tidak nyata terlihat benar.

~ Jatakamala 28.40


Buddha mendorong kita untuk melakukan pekerjaan dan tidak menunda-nunda. Tetapi karena penampilan dapat menipu, bahkan pada dunia benar dan salah, tidak berarti kita harus bertindak tanpa berpikir.

"Bertindak benar" adalah salah satu aspek dari Delapan Jalan Kemuliaan. Kita harus mempertahankan tindakan benar di setiap lamgkah kita biarpun dalam situasi yang tidak jelas. Di saat keadaan menipu kita, gunakanlah kesucian pikiran dan bersikap hati-hati. Di samping itu, segala sesuatu harus masuk akal atau terbukti agar kita tetap di jalan yang benar. Hal ini tidaklah mudah. Siapa yang mengatakan pada anda bahwa hal ini mudah dilakukan? Buddha mengatakan kita dapat melakukannya, dan pada akhirnya kita pasti dapat melakukannya.



Sumber: What Would Buddha Do?