Di sebelah selatan pantai sebuah danau yang besar hidup seekor burung elang jantan. Di sebelah barat hidup seekor burung elang betina. Seekor singa bermukim di utara dan di timur menetap seekor burung unta. Lalu di tengah-tengah danau berdiamlah seekor penyu. Mereka semua bersahabat dan hidup bertetangga dengan rukun.
Kemudian elang jantan dan betina memutuskan untuk hidup bersama. Kedua ekor burung elang itu membangun sarangnya di sebuah pohon kadamba di pulau kecil di tengah danau. Tak lama kemudian, menetaslah kedua ekor anak elang.
Pada suatu hari sekelompok orang desa pergi memancing di tepi danau tersbut. Namun, setelah beberapa jam mereka tak memperoleh apa-apa. Kemudian mereka mendayung perahu ke pulau itu, lalu beristirahat di bawah pohon kadamba. Di sana terdapat banyak nyamuk sehingga mereka tidak dapat tidur dengan nyenyak. Lalu mereka menyalakan api unggun untuk mengusir nyamuk-nyamuk tersebut.
Asap dari api ini mengganggu kedua anak burung elang yang sedang di dalam sarang mereka. Mereka mulai menangis, "Ciap.. ciap... ciap..." Orang-orang desa mendengar suara tangisan mereka dan berkata, "Ada anak-anak burung di atas pohon. Mari kita tangkap dan panggang mereka untuk makanan kita."
Induk burung mendengar suara orang-orang desa itu dan hatinya menjadi ketakutan. "Kita harus minta tolong dengan tetangga. Hanya mereka yang bisa membawa kita keluar dari masalah ini," dia menangis dan menyuruh suaminya untuk meminta pertolongan kepada burung unta.
Ketika burung unta mendengar kesulitan yang tengah dihadapi mereka, ia berkata, "Serahkan permasalahan ini padaku. Aku akan menangani semua yang aku bisa lakukan untukmu. Dia menuju danau dan merendam sayapnya dengan air, mengisi paruhnya dengan air, lalu ia berjungkir balik di sekitar api. Dengan segera api pun padam.
Tetapi orang-orang itu segera menyalakan api kembali. Burung unta sekali lagi membawa air lalu menyiramnya. Orang-orang itu kembali menyalakan api. Untuk sementara api tetap menyala dan burung unta sudah kelelahan. Sayapnya terbakar di sana-sini dan dia tidak dapat terbang lebih lama lagi.
Burung elang yang melihat hal ini terbang menjumpai penyu untuk meminta pertolongan. Penyu pergi dengan mengumpulkan lumpur dari danau. Dia membuang lumpur itu ke api dan api pun padam.
Orang-orang desa yang melihat penyu itu berkata di antara mereka, "Mari kita tangkap penyu itu untuk dipanggang dan menjadi santapan kita daripada menangkap anak-anak burung yang masih kecil itu." Mereka mencoba mengikat penyu itu dengan tanaman menjalar dan menggulingkan penyu itu ke dalam api. Namun, penyu itu cukup kuat, ia menarik orang-orang itu ke arah danau.
Akhirnya, orang-orang itu menghentikan usahanya dan kembali ke pohon. Sekali lagi mereka menyalakan api. Induk elang membunyikan tanda bahaya dan berteriak, "Harapan kita sekarang hanya tinggal singa. Cepat katakan padanya bahwa di sini sedang ada bahaya."
Elang jantan terbang menuju singa dan berkata, "Oh, Raja Hutan, tolong selamatkan nyawa anak-anak kami dari manusia-manusia jahat itu." Singa mendengar penuturan ini dan berlari ke danau. Dia berdiri di sana dan mengaum keras-keras.
Orang-orang desa sangat ketakutan. "Semua burung-burung dan binatang-binatang yang berada di sini rupanya tidak senang akan kehadiran kita. Mereka mengadakan perlawanan dan sekarang singa datang untuk membunuh kita," seru mereka. Lalu, mereka naik perahu dan mencapai pantai dengan arah yang berlawanan dengan si raja hutan itu dan berlari sejauh-jauhnya.
Kedua burung elang dewasa sangat gembira melihat orang-orang desa kabur. Si jantan mengepakngepakkan sayapnya sambil mengucapkan terima kasih kepada sahabatnya, si raja hutan. Burung elang betina mendekap anak-anaknya ke dalam sayapnya. Dengan bahagia ia berkata, "Anak-anakku, apakah kalian melihat tetangga kita datang menolong kita? Mereka adalah teman-teman sejati. Kita tidak perlu takut dengan segala macam musuh selagi kita dekat dengan teman-teman sejati."
Sumber:
Cerita Rakyat Buddhis, Penerbit Dian Dharma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar