Jumat, 25 November 2011

Sulitnya Kata Maaf

Oleh: Bhante Saddhaviro Mahathera

"Memberikan Maaf kepada orang yang pernah menyakiti amat berat, karena sakit hati;
Dan, meminta maaf kepada orang yang pernah disakiti juga susah, karena gengsi;
Inilah belenggu pandangan keliru,
Karena merasa dirinya dirugikan
Bila memberi maaf dan meminta maaf."

Siapapun orangnya, membebaskan diri dari pandangan keliru itu adalah suatu hal yang sangat penting. Jika Anda sadar masih terbelenggu oleh pandangan keliru terhadap suatu hal, maka segeralah mengubah pandangan keliru itu.
Ini contoh sederhana pandangan keliru yang sering terjadi di masyarakat, "Apabila kita memafkan orang lain yang pernah berbuat salah kepada kita, seolah kita yang rugi. Dan, yang berbuat salah itu beruntung."

Pandangan keliru seperti di atas, hendaknya segera diubah. Akan lebih baik jika mempunyai pandangan begini, "Justru orang yang memberi maaf lebih beruntung. Karena dapat memberi maaf kepada orang lain. Ini sebagai sarana berbuat baik."

Bagi yang mempunyai pandangan benar terhadap maaf ini akan mempunyai pikiran: "Jangankan minta maaf, tidak minta maaf pun sudah dimaafkan kesalahannya."

Di sini, terdapat kebaikan dalam proses memaafkan itu. Pola benar ini kemudian kontak langsung dengan ucapan dan perbuatan, jadilah orang baik dan pemaaf. Bukan hanya yang memberi maaf, tapi juga bagi orang yang meminta maaf.

Bagi yang bersalah, harus membuang gengsinya untuk minta maaf. Bukan hanya meminta maaf, ia juga harus menyadari kesalahannya, dan bertekad tidak mengulanginya. Dalam hal ini, ia juga mendapat teladan untuk bisa memaafkan orang lain dan si pemberi maaf.

Dengan menjadikan maaf sebagai sarana berbuat baik, maka ganjalan dalam batin berkurang. Beban terasa ringan, bisa tersenyum, menyapa, bahkan berkatapun menjadi lancar. Jika tidak malu untuk meminta maaf, dan tidak sulit untuk memberi maaf, maka baik si pemberi maupun si peminta maaf, sama-sama berbuat baik.


Dari Buku "Cerita Tekad Orang Nekad"

Kamis, 24 November 2011

Karaniya Metta Sutta

KARANIYA METTA SUTTA

(Sutta Pengembangan Cinta Kasih)


Karaniyamatthakusalena

Yanta santa pada abhisamecca

Sakko uju ca suhuju ca

Suvaco c’assa mudu anatimani

Santussako ca subharo ca

Appakicco ca sallahukavutti

Sant’indriyo ca nipako ca

Appagabbho kulesu ananugiddho

Na ca khudda samacare kinci

Yena vinnu pare upavadeyyu

Sukhino va khemino hontu

Sabbe satta bhavantu sukkhitatta

Ye keci panabuht’atthi

Tasa va thavara va anavasesa

Digha va ye mahanta va

Majjhima rassaka anukhathula

Dittha va yeva adittha

Ye ca dure vasanti avidure

Bhuta va sambhavesi va

Sabbe satta Bhavantu sukhitatta

Na paro para nikubbetha

N’atimannetha katthaci na kanci

Byarosana patighasanna

N’annamannassa dukkhamiccheya

Mata yatha niya putta

Ayusa ekaputtamanurakkhe

Evam’pi sabbabhutesu

Manasa bhavaye aparimana

Mettan ca sabbalokasmi

Manasa bhavaye aparimana

Uddha adho ca tiriyanca

Asambhada avera asapatta

Titthan cara nisinno va

Sayano va yavat’assa vigatamiddho

Eta sati adhittheyya

Brahmameta vihara idhamahu

Ditthinca anupagamma

Silava dassanena sampanno

Kamesu vineyya gedha

Na hi jatu gabbhaseyya punareti’ti

Karaniya Metta Sutta (Terjemahan Bahasa Indonesia)

Inilah yang harus dikerjakan oleh mereka yang tangkas dalam kebaikan,

Untuk mencapai ketenangan, ia harus mampu jujur, sungguh jujur,

Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.

Merasa puas, mudah dilayani, Tiada sibuk, sederhana hidupnya,

Tenang inderanya, berhati-hati, Tahu malu, tidak melekat pada keluarga.

Tak berbuat kesalahan walaupun kecil,

Yang dapat dicela oleh Para Bijaksana.

Hendaklah ia berpikir: Semoga semua makhluk berbahagia dan tentram.

Semoga semua makhluk berbahagia.

Makhluk hidup apa pun juga, Yang lemah dan kuat tanpa kecuali.

Yang panjang atau besar. Yang sedang, pendek, kecil atau gemuk.

Yang tampak atau tak tampak, yang jauh ataupun dekat.

Yang terlahir atau yang akan lahir, Semoga semua makhluk berbahagia.

Jangan menipu orang lain, atau menghina siapa saja.

Jangan karena marah dan benci, mengharapkan orang lain celaka.

Bagaikan seorang ibu mempertaruhkan jiwanya,

Melindungi anaknya yang tunggal, demikianlah terhadap semua makhluk,

Dipancarkannya pikiran kasih sayangnya tanpa batas.

Kasih sayangnya ke segenap alam semesta,

Dipancarkannya pikirannya itu tanpa batas,

Ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling,

Tanpa rintangan, tanpa benci dan permusuhan.

Selagi berdiri, berjalan atau duduk, atau berbaring, selagi tiada lelap,

Ia tekun mengembangkan kesadaran. Ini yang dikatakan berdiam dalam Brahma.

Tidak berpegang pada pandangan salah (tentang aku yang kekal)

Dengan Sila dan Penglihatan yang sempurna

Hingga bersih dari nafsu indera,

Ia tak akan lahir dalam rahim manapun juga.